Scroll untuk baca artikel
Banner 325x300
Web Hosting
Web Hosting
Example 728x250
Artikel

Biografi Syaikh al-Azhar

112
×

Biografi Syaikh al-Azhar

Share this article
Example 468x60


23.Syaikh al-Azhar kedua puluh tiga: Syaikh Hasunah al-Nawawi (1255- 1343H/1829 -1924 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Hasunah Abdullah al-Nawawi al-Hanafi. Lahir desa Naway, Markaz Malawi Propinsi al-Siyut pada tahun 1255 H/1829 M. Setelah menghafalkan separuh al-Qur’an di desa beliau berangkat ke Kairo untuk melanjutkan studi di al-Azhar.
Beliau menimba berbagai macam ilmu kepada para ulama terkemuka di al-Azhar, seperti; mengaji kitab al-Ma’qul fi al-mantiq wa al-falsafah kepada Syaikh al-Inbabi, mengaji fikih Hanafi kepada Syaikh Abdurrahman al-Bahri dan berbagai ilmu yang lain.
Setelah menyelesaikan pendidikan di al-Azhar, beliau mengajar ilmu fikih di masjid Muhammad Ali di Qal’ah. Oleh Kementrian Pendidikan Mesir beliau diangkat sebagai dosen fikih di Darul Ulum. Selain itu beliau juga dinas di Darul Ifta Mesir dan Majlis Tinggi Pengadilan Syariah Mesir.
Pada tahun 1313 H/1896 M beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar menggantikan Syaikh Syamsuddin al-Inbabi. Dalam posisi sebagai Syaikh al-Azhar, pada tahun 1315 H beliau diangkat menjadi Mufti dan Kepala Majlis Tinggi Pengadilan Syariat.
Syaikh Hasunah al-Nawawi hidup di zaman Gubernur Khidawi Ismail Pasha yang kejam dan sewenang-wenang. Ismail Pasha merasa berkuasa dan memegang kendali Mesir saat itu. Karena Syaikh Hasunah al-Nawawi tidak mendukung keputusan gubernur yang melarang keberangkatan haji karena di tanah suci sedang tersebar penyakit menular, Syaikh Hasunah dipecat dari kursi Syaikh al-Azhar.
Ismail Pasha yang sewenang-wenang kemudian mengangkat sepupu Syaikh Hasunah al-Nawawi yang bernama Syaikh Abdurrahman Qutb al-Nawawi menjadi Syaikh al-Azhar. Namun Syaikh al-Azhar yang baru tersebut jatuh sakit dan hanya 27 hari menjadi Syaikh al-Azhar. Kemudian diangkatlah Syaikh Salim al-Bisyri menjadi Syaikh al-Azhar. Namun lagi-lagi Syaikh al-Azhar yang baru tidak bertahan lama dan mengundurkan diri setelah selang waktu tiga tahun. Akhirnya Syaikh Hasunah al-Nawawi diangkat menjadi Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya pada tahun 1324 H.
Syaikh Hasunah al-Nawawi melakukan pembaharuan besar-besaran di al-Azhar yang bantu oleh Syaikh Muhammad Abduh. Administrasi dan gaji pegawai dirapikan, juga dibentuk kurikulum pendidikan al-Azhar yang memasukkan ilmu umum seperti matematika dan ilmu teknik. Pada saat itu juga telah dibuat ijazah bagi pelajar yang telah selesai menempuh pendidikan.
Kebijakan Syaikh Hasunah al-Nawawi ditentang oleh sebagian ulama, karena mereka takut dengan masuknya ilmu umum ke dalam kurikulum al-Azhar akan menjadi pintu masuk faham orientalism. Syaikh Hasunah al-Nawawi mengambil langkah jitu untuk menghadapi rintangan tersebut, yaitu dengan memberikan gaji lebih kepada para pengajar ilmu umum. Saat itu, ilmu umum diajarkan di ruwak Abbasi.
Karya-karya beliau di antaranya:
– Sulam al-mustarsyidin fi ahkam al-fiqh wa al-din
– Qanun tandzim al-Azhar
Al-Azhar di zaman Syaikh Hasunah al-Nawawi semakin bersinar karena mengkombinasikan ilmu agama dan ilmu umum. Pada saat itu beliau juga membangung perpustakaan al-Azhar. Namun akhirnya bangsa Mesir dan umat Islam kehilangan beliau untuk selamanya pada hari Ahad 24 Syawwal 1343 H/1924 M. Semoga Allah membalas jasa-jasa beliau dan menempatkan beliau di sorga-Nya yang agung. Amin.


24.Syaikh al-Azhar kedua puluh empat: Syaikh Abdurrahman al-Qutb al-Nawawi (1255-1317 H)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Abdurrahman al-Qutb al-Nawawi, lahir di desa Naway, Markaz Malawi Propinsi al-Siyut pada tahun 1255 H/1829 M. Beliau adalah kerabat dekat Syaikh Hasunah al-Nawawi, yaitu sepupu dari bapak beliau.
Setelah menghafalkan Alquran di desa, beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar. Beliau berguru kepada Syaikh Abdurrahman al-bahrawi, Syaikh Ibrahim al-saqa, Syaikh al-Inbabi, Syaikh ‘Ilisy dan ulama-ulama yang lain.
Setelah merampungkan pendidikan di al-Azhar, beliau sibuk mengabdi di beberapa instansi, yaitu:
– Menjadi sekretaris fatwa di Majlis Hukum, membantu Syaikh al-Baql, tahun 1280 H
– Menjadi Qadhi di Propinsi Giza, tahun 1290 H
– Menjadi Qadhi di Propinsi Gharbiyah, tahun 1296 H
– Menjadi Kepala Mahkamah Syariat al-Kubra di Kairo, tahun 1306 M
– Menjadi Qadhi di Alexandria
– Menjadi Mufti di Kementrian Kehakiman Mesir, tahun 1313 H
Masyikhah (kantor para Syaikh) al-Azhar sejak awal berdiri sampai zaman kekuasaan Turki Utsmani adalah lembaga yang independen dan tidak ada campur tangan pemerintah di dalamnya, dan Syaikh al-Azhar dipilih langsung oleh para ulama senior. Namun datanglah masa kegelapan pada zaman Ismail Pasha, di mana penguasa secara dzalim ikut campur dalam urusan pemilihan Syaikh al-Azhar.
Setelah mengkudeta Syaikh Hasunah al-Nawawi karena bersebarangan pendapat dengannya, Ismail Pasha kemudian mengangkat Syaikh Abdurrahman al-Qutb al-Nawawi sebagai Syaikh al-Azhar pada tahun 1317 H/ 1900 M.
Namun, Syaikh Abdurrahman al-Qutb al-Nawawi memimpin al-Azhar dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 27 hari saja. Beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar pada bulan Muharram 1317 H dan wafat tanggal 27 Shafar pada tahun yang sama.


25.Syaikh al-Azhar kedua puluh lima: Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri (1248-1335H/1832-1916 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Salim bin Faraj bin Sayyid Salim bin Abi Faraj al-Bisyri. Lahir pada tahun 1248 H/1832 M di desa Mahala Bisyr, Markaz Shabrahit, Propinsi Buhaira. Sejak umur 7 tahun beliau ditinggal wafat oleh ayahanda, kemudian beliau diasuh oleh kakak beliau, Sayyid Abdul Hadi al-Bisyri.
Pada umur 9 tahun beliau telah menghafal Alquran, kemudian berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar. Di Kairo beliau tinggal di kawasan Sayyidah Zainab dan diasuh o
leh Syaikh Basouni al-Bisyri yang merupakan paman beliau dari ibu. Di al-Azhar beliau berguru kepada Syaikh al-Hanani, Syaikh Ilisy, Syaikh al-Bajuri dan ulama lainnya. Beliau merampungkan studi di al-Azhar selama sembilan tahun.
Syaikh al-Hanani adalah salah seorang guru utama Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri. Syaikh al-Hanani mengajar mahasiswa Dirasat Ulya. Ketika beliau sakit, Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri didaulat untuk menggantikan mengajar. Mulai saat itulah kealiman Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri tersebar dan menarik perhatian para pelajar untuk menimba ilmu dari beliau. Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama besar, di antaranya adalah Syaikh Muhammad Rasyid, Syaikh Basouni al-Balibati, Syaikh Muhamad Irfat dan ulama lainnya.
Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri adalah salah satu pendukung gerakan pembaharuan al-Azhar. Pada masa kepemimpinan Syaikh Hasunah al-Nawawi, beliau bersama beberapa ulama al-Azhar seperti Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Abdul Karim Sulaiman getol melakukan pembaharuan al-Azhar di segala bidang.
Beliau adalah seorang alim penganut madzhab Maliki. Karena kealiman dan kearifannya beliau dicalonkan menjadi Syaikh al-Azhar, namun beliau menolaknya. Sampai tiba waktu beliau tidak bisa menolak tawaran menjadi Syaikh al-Azhar, akhirnya beliau dinobatkan menjadi Syaikh al-Azhar pada 28 Shafar 1317 H.
Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri terkenal tegas dan pemberani. Pernah pemerintah Mesir campur tangan urusan internal al-Azhar, yaitu ketika beliau memilih Syaikh Ahmad Mansur sebagai salah satu pemimpin ruwak masjid al-Azhar. Pihak pemerintah tidak setuju dengan keputusan beliau dan mendesak beliau untuk mengundurkan diri dari kursi Syaikh al-Azhar. Beliau akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 2 Dzulhijjah 1320 H/1909 M. Meskipun tidak lagi memimpin al-Azhar, beliau tetap mengajar di masjid al-Azhar yang dihadiri oleh sekitar lima ratus ulama dan murid-murid lainnya.
Setelah Salim bin Faraj al-Busyra mengundurkan diri, posisi Syaikh al-Azhar digantikan oleh Syaikh al-Bablawi dan Syaikh al-Syirbini. Kemudian setelah Syaikh al-Syirbini, Syaikh Hasunah al-Nawawi juga diangkat kembali menjadi Syaikh al-Azhar.
Syaikh Salim bin Faraj al-Bisyri tidak keluar rumah kecuali hendak mengajar. Pada saat al-Azhar digoncang konflik internal yang dahsyat, beliau diangkat kembali menjadi Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya pada tahun 1327 H/ 1909 M. Beliau menerima pengangkatan itu dengan syarat permohonan beliau dikabulkan, yaitu: Pemerintah Mesir harus menghormati dan mengagungkan ulama, dan kesejahteraan ulama ditingkatkan.
Karya-karya beliau di antaranya:
-Hasyiyah Tuhfat al-thulab ala Syarh risalah al-adab
-Hasyiyah ala risalah Syaikh Isya fi tauhid
-Al-Maqamat al-sunniyah fi al-raddi ala al-qadih fi al-bi’tsah al-nabawiyah
-Uqud al-jamaah fi aqaid al-iman
-Syarh nahj al-burdah
Setelah beliau melakukan pembaharuan dan mengangkat derajat para ulama, beliau wafat pada tahun 1335 H/1916 M dalam umur 90 tahun.

26.Syaikh al-Azhar kedua puluh enam: Syaikh Ali bin Muhammad al-Bablawi (1251 H/1835 M)
Beliau adalah Syaikh Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Maliki al-Husaini al-Idrisi al-Bablawi, lahir di desa Babla Propinsi al-Siyut pada bulan Rajab 1251 H/1835 M. Masa kecil beliau dihabiskan di desa tersebut dengan menghafalkan Alquran dan mempelajari dasar-dasar ilmu agama.Kemudian beliau berangkat ke Kairo pada tahun 1269 H untuk belajar di al-Azhar.
Di Kairo beliau berguru kepada Syaikh al-Inbabi, Syaikh Ilisy, dan kepada guru utama beliau, Syaikh al-Siyuti. Beliau tinggal satu rumah kos dan belajar bersama Syaikh Hasunah al-Nawawi. Beliau diangkat menjadi ketua umum tarekat sufi Mesir, dan karena masih keturunan Rasulullah, pada 6 Syawwal 1312 H beliau diangkat menjadi ketua Persatuan Ahli Bait Mesir. Pada saat itu Syaikh Hasunah al-Nawawi masih menjadi kepala Majlis Idarah al-Azhar, belum menjadi Syaikh al-Azhar.
Syaikh Ali bin Muhammad al-Bablawi didaulat untuk mengajar di masjid al-Azhar dan masjid Husain. Beliau juga menjadi pengurus di pustaka Dar al-kutub pada tahun 1299 M. Buku-buku zaman dahulu tidak ada daftar isinya, namun setelah beliau mengurus pustaka Dar al-kutub, beliau memprakarsai adalah penulisan daftar isi untuk memudahkan para pembaca.
Pada 2 Dzulhijjah 1320 H/1904 M Syaikh Ali bin Muhammad al-Bablawi diangkat menjadi Syaikh al-Azhar menggantikan posisi Syaikh Salim al-Bisyri. Pada saat itu Syaikh Muhammad Abduh sedang gencar melakukan pembaharuan di tubuh umat Islam, namun tindakan beliau tidak disukai oleh penguasa Mesir. Penguasa memaksa Syaikh Ali bin Muhammad al-Bablawi untuk menentang Syaikh Muhammad Abduh, namun beliau menolaknya. Pada akhirnya Ali bin Muhammad al-Bablawi memilih mundur dari jabatan al-Azhar pada tahun 9 Muharram 1323 H.
Karya-karya beliau, di antaranya:
– Risalah fi Fadhail laylat al-nisf al-sya’ban
– Ijazah untuk Syaikh Muhammad bin Hamid al-Maraghi al-Maliki al-Jirjawi
– I’jaz al-Quran
– Al-Anwar al-husainiyah fi syarh al-hadits al-musalsal
Setelah Syaikh Ali bin Muhammad al-Bablawi mengundurkan diri dari jabatan Syaikh al-Azhar, beliau tinggal di rumah beliau sampai wafat pada tahun 3 Dzulqa’dah 1323 H/1905 M.

27.Syaikh al-Azhar kedua puluh tujuh: Syaikh Abdurrahman al-Syirbini (wafat tahun 1334 H/1926 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Ahmad al-Syarbini, lahir di desa Syirbin Propinsi Daqhaliyah.
Di al-Azhar beliau berguru kepada para ulama terkemuka. Sejak masih belajar, oleh para guru beliau dikenal sebagai murid yang bertaqwa, berkelakuan baik, zuhud dan giat mendalami ilmu agama dari sumber-sumber yang terpercaya. Kemudian beliau diberi kepercayaan oleh para ulama untuk mengajar di al-Azhar.
Syaikh Abdurrahman al-Syirbini adalah seorang pakar fikih Syafi’i yang zuhud. Berulang kali beliau diajukan sebagai calon Syaikh al-Azhar, namun beliau selalu menolaknya. Namun pada akhirnya, beliau tidak bisa menolak lagi dan diangkat menjadi Syaikh al-Azhar pada 12 Muharram 1323/1905 menggantikan Syaikh Ali Muhammad al-Bablawi.
Beliau termasuk ulama yang tidak mendukung gerakan pembaharuan di tubuh al-Azhar yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad Abduh. Karenanya, di awal kepemimpinan beliau, penguasa Mesir sangat menyukai kebijakan-kebijakan beliau yang berusaha membendung gerakan pembaharuan. Menurut beliau, tujuan ulama para pendiri al-Azhar adalah menjadikan al-Azhar sebagai tempat untuk beribadah, tempat menimba ilmu syariat, dan tempat menjaga agama Islam. Adapun hal-hal selain itu tidak ada hubungannya dengan al-Azhar. Selain itu, kebijakan beliau membendung gerakan pembaharuan adalah untuk menyelamatkan al-Azhar, para ulama dan murid-muridnya dari kedzaliman penguasa, karena penguasa saat itu sangat anti terhadap gerakan pembaharuan. Penguasa saat itu juga membekukan gaji para guru dan ulama dan mengancam akan menghancurkan bangunan al-Azhar.
Kebijakan-kebijakan yang beliau lakukan adalah ijtihad dari keyakinan beliau sendiri. Semuanya demi kemaslahatan al-Azhar dan umat Islam. Menurut beliau, al-Azhar h
arus dijauhkan dari ilmu dunia supaya tidak tercampur dengan urusan politik dan kekuasaan.
Al-Azhar pada di masa kepemimpinan Syaikh Abdurrahman al-Syirbini berada dalam cengkraman penguasa yang diktator. Penguasa selalu ingin urus campur dalam masalah internal al-Azhar. Sampai ketika sudah sangat keterlaluan, Syaikh Abdurrahman al-Syirbini mengundurkan diri pada bulan Dzulhijjah tahun 1324 H. Kemudian Syaikh Hasunah al-Nawawi diangkat lagi menjadi Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya, dan merubah kebijakan Syaikh Abdurrahman al-Syirbini dengan mendukung gerakan pembaharuan dalam tubuh al-Azhar.
Karya-karya Syaikh Abdurrahman al-Syirbini, di antaranya:
-Taqrir ‘ala hasyiyah al-banani ‘ala syarh al-mahalli ‘ala jam’il jawami’ li al-subki (ushul fikih)
– Taqrir ‘ala hasyiyah ibnu Qasim ala Syarh Syaikh Zakaria al-Anshari li matn al-bahjah al-wardiyah
-Taqrir ‘ala hasyiyah “Abdul Hakim” ala Syarh al-salakuni ‘ala syarh al-qutb ‘ala al-syamsyiah (mantiq)
Setelah mengabdi kepad al-Azhar dan umat Islam, Syaikh Abdurrahman al-Syirbini wafat pada tahun 1334 H/1926 M.

28.Syaikh al-Azhar kedua puluh delapan: Syaikh Muhammad Abu al-fadl al-Gizawi (1264-1364 H)
Beliau adalah al-lmam Syaikh Muhammad Abu al-fadl al-waraqi al-Gizawi, lahir di kota Giza pada tahun 1264 H. Dalam umur 5 tahun, yaitu pada tahun 1269 H beliau mulai menghafalkan Alquran dan selesai pada tahun 1272 H. Kemudian setahun berikutnya beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar.
Di awal pendidikan, beliau mendalami ilmu tajwid dan menghafalkan matan-matan kitab. Kemudian beliau mempelajari berbagai ilmu dan fokus kepada fikih madzhab Imam Malik. Beliau berguru kepada para ulama terkemuka saat itu, seperti Syaikh Muhammad Ilisy, Syaikh Ali al-adawi, Syaikh al-Marshifi dan ulama lainnya.
Setelah merampungkan pendidikan pada tahun 1287 H, oleh Syaikh al-Inbabi (Syaikh al-Azhar ke-22) beliau didaulat untuk menjadi pengajar. Kemudian beliau diangkat menjadi anggota pengelola al-Azhar pada bulan Rabiul awwal tahun 1313 di masa kepemimpinan Syaikh Salim al-Bisyri (Syaikh al-Azhar ke-25). Beliau sempat mengundurkan diri dari jabatan tersebut namun akhirnya kembali lagi pada tahun 1324 H di masa kepemimpinan Syaikh al-Syirbini (Syaikh al-Azhar ke-27).
Pada tahun 1326 H beliau diangkat sebagai wakil Syaikh al-Azhar. Kemudian beliau diangkat menjadi Syaikh yang memimpin Alexandria selama 8 tahun. Pada tanggal 14 Dzulhijjah 1335 H/1917 M beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Setahun kemudian beliau juga diangkat menjadi kepala ulama madzhab malikiyah.
Di masa kepemimpinan beliau, Mesir penuh dengan gejolak politik. Pada tahun 1919 M terjadilah revolusi rakyat Mesir melawan penjajah, sementara para penguasa juga saling berebut kekuasaan. Beliau bersama para ulama senior al-Azhar dan seluruh elemen umat beragama di Mesir bersatu untuk melawan penjajah.
Syaikh Muhammad Abu al-fadl al-Gizawi adalah orang yang pertama menerapkan program “takhassus” yang diikuti oleh mahasiswa pasca sarjana. Beliau membaginya menjadi beberapa bagian, yaitu: Tafsir dan Hadits, Fikih dan Ushul, Nahwu dan Sharaf, Balaghah dan Sastra, Tauhid dan Mantiq serta Sejarah dan Akhlak.
Karya-karya beliau, di antaranya:
-Ijazah yang beliau berikan kepada Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Maraghi al-Maliki al-Jirjawi
– Al-Thiraz al-hadits fi fann al-musthalah al-hadits
-Ta’liqat ‘ala Syarh al-‘adudh (usul fikih)
-Kitab tahqiqat syarifah.
Beliau termasuk ulama yang panjang umur, yaitu mencapai seratus tahun. Setelah mengabdi kepada al-Azhar dan umat Islam beliau wafat pada tahun 1364 H.

29.Syaikh al-Azhar kedua puluh sembilan: Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi (1298-1364 H/ 1881- 1945 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Muhammad bin Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi, lahir di desa Maraghah Propinsi Suhaj pada tanggal 7 Rajab 1298 H/ 9 Maret 1881 M. Beliau hidup di lingkungan yang agamis sehingga bisa menghafal Alquran sejak kecil untuk kemudian berangkat menimba ilmu ke al-Azhar.
Sejak muda beliau terkenal rajin mengaji dan berguru kepada ulama-ulama terkemuka. Salah satu dari guru beliau adalah Syaikh al-Shalahi yang mengajari beliau ilmu balaghah. Adapun perkembangan pemikiran beliau selanjutnya sangat dipengaruhi oleh Syaikh Muhammad Abduh yang menjadi guru utama beliau.
Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi adalah pelajar yang aktif di dunia jurnalistik. Pada tahun 1900 M beliau mendirikan sebuah surat kabar yang diterbitkan di daerah al-Baludzah.
Pada saat itu al-Azhar sedang mengalami masa pembaharuan yang cemerlang. Mesir kedatangan tokoh pemikir dari Afganistan, yaitu Syaikh Jamaluddin al-Afgani. Hampir setiap hari ruwaq al-abbasi di masjid al-Azhar menjadi tempat seminar pemikiran dan kebudayaan yang diisi oleh pemikir-pemikir modern. Beliau selalu menghadiri seminar tersebut, apalagi jika narasumbernya adalah Syaikh Muhammad Abduh.
Beliau adalah seorang mahasiswa yang berakhlak mulia, cerdas dan rajin belajar. Pada imtihan tingkat akhir, beliau sakit demam. Namun hal itu tidak menghalangi beliau untuk menjadi mahasiswa terbaik saat itu. Beliau meraih gelar doktoral dalam usia yang sangat muda, yaitu pada umur 24 tahun. Beliau diundang ke rumah Syaikh Muhammad Abduh untuk mendapatkan penghargaan khusus.
Jenjang karir Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi sebelum diangkat menjadi Syaikh al-Azhar:
– Qadhi negara Sudan, tahun 1908 M
– Kepala peneliti syariat di Kementrian Kehakiman Mesir, tahun 1919 M
– Kepala Mahkamah Mesir, tahun 1920 M
Pada tanggal 22 Mei 1928 M Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Saat itu beliau membentuk lembaga-lembaga untuk menambah pamor al-Azhar di dunia international. Beliau menitikberatkan pada program pasca sarjana, sehingga beliau mendirikan tiga fakultas sekaligus, yaitu Fak. Bahasa Arab, Fak. Syari’ah dan Fak. Ushuludin.
Pada tahun 1929 M terjadi perselisihan antara Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi dan Raja Fuad. Perselisihan itu berakhir dengan pengunduran diri Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi dari jabatan Syaikh al-Azhar dan digantikan oleh Syaikh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri.
Selama kurang lebih 5 tahun, Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi berdiam diri di rumah dan merancang program masa depan untuk al-Azhar, hingga pada 1935 M beliau di angkat kembali menjadi Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya. Selain itu beliau juga diangkat menjadi Menteri Perwakafan Mesir pada tahun 1938 M, dan menjabatnya selama 7 kali berturut-turut.
Beberapa pemikiran beliau adalah:
– Bahwasanya pembaruan dalam hukum syariat adalah wajar bagi umat Islam; masalah-masalah fikih selama bukan hukum qath’iy bisa dirubah dan diperbarui.
– Dalam berfatwa beliau selalu mengambil pendapat yang mudah, seperti nasihat Syaikh Muhammad Abduh: “Ilmu adalah apa yang bermanfaat bagimu dan masyarakat.”
– Beliau membuka pintu ijtihad dan mengajak umat Islam untuk tidak fanatik buta kepada madzhab fikih.
Al-Azhar di masa kepemimpinan Syaikh Muhammad Musthaf
a al-Maraghi telah membentuk beberapa lembaga, di antaranya adalah: Lembaga fatwa, lembaga penyuluhan dan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah.
Karya-karya beliau, di antaranya:
1. Al-auliya wa al-mahjurun
2. Tafsir juz tabarak
3. Baths fi wujub tarjamah al-qur’an
4. Risalah al-zumalah al-insaniyah, seminar antar agama di London
Pada malam 14 Ramadhan 1364 H/ 22 Agustus 1945 M Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi sedang mengajar tafsir Alquran, yaitu surah al-Qadr. Saat itulah ajal menjemput beliau dan umat Islam kehilangan beliau untuk selamanya.

30.Syaikh al-Azhar ketiga puluh: Syaikh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri (1887-1944 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Muhammad al-Ahmadi bin Syaikh Ibrahim bin Ibrahim al-Dzhawahiri, lahir di desa Kafr al-Dzawahiri, Propinsi Syarqiyyah pada tahun 1295 H/ 1887 M. Setelah menghafal Alquran, beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar.
Guru beliau di al-Azhar adalah Syaikh Muhammad Abduh. Beliau tidak pernah absen dari seminar-seminar yang diadakan di ruwaq Abbasi masjid al-Azhar, terutama jika narasumbernya adalah guru beliau itu.
Ayahanda beliau, Syaikh Ibrahim al-Dzahawahiri adalah sahabat dekat Syaikh Muhammad Abduh. Namun ayahanda dan guru beliau itu berbeda jauh dalam pandangan hidupnya; ayahanda beliau adalah seorang sufi sementara guru beliau adalah seorang pemikir modern. Namun beliau bisa menggabungkan pandangan keduanya. Maka tidak aneh jika pada satu waktu beliau terlihat di seminar-seminar, pada waktu yang lain beliau berada di makam para wali untuk berziarah dan memohon berkah.
Setelah merampungkan pendidikan di al-Azhar, beliau mendirikan Ma’had Ali di Propinsi Thantha. Ma’had tersebut bersanding dengan al-Azhar dan juga mengeluarkan ijazah sarjana. Ketika itu umur beliau belum genap 27 tahun.
Pada 7 Jumadil Awal 1348 H/1929 M Syaikh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri diangkat menjadi Syaikh al-Azhar menggantikan Syaikh Musthafa al-Maraghi yang mengundurkan diri. Segera beliau memperbaiki administrasi al-Azhar dan mendirikan tiga fakultas di al-Azhar, yaitu:
– Fakultas Syariah untuk mencetak para mufti
– Fakultas Ushuludin untuk mencetak guru agama
– Fakultas Bahasa Arab
Untuk menyebarkan misi al-Azhar ke tengah masyarakat luas dan ke luar negeri, pada bulan Muharram 1349 H/ 1931 M beliau mendirikan majalah “Nur al-Islam” yang merupakan cikal bakal “Majalah Al-Azhar”. Saat itu pemimpin redaksinya adalah Syaikh Muhammad Khidr Husain.
Untuk menjawab tantangan zaman, beliau memasukkan beberapa ilmu baru ke dalam kurikulum al-Azhar, seperti bahasa asing (Inggeris dan Perancis), sosial politik, hukum international, psikologi dan lain sebagainya.
Karya-karya beliau, di antaranya:
1. Al-ilm wa al-ulama
2. Risalah al-akhlaq al-kubra
3. Al-siyasah wa al-azhar
Pada masa kepemimpinan Syaikh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri, al-Azhar diperebutkan oleh tiga kelompok di Mesir, yaitu pemerintah kerajaan Mesir, wakil rakyat Mesir di parlemen, dan penjajah Inggris. Berbagai tekanan dialami oleh beliau, hingga akhirnya beliau mengundurkan diri pada tahun 1935 M. Kemudian Syaikh Musthafa al-Maraghi diangkat kembali menjadi Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya.
Syaikh Muhammad al-Ahmadi al-Dzawahiri adalah seorang ulama yang zuhud dan tidak suka ketenaran. Beliau selalu mengatakan, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di hadapan Allah adalah yang paling bertakwa.” Beliau juga sering mengatakan, “Saya hanyalah seorang pelayan al-Azhar.”
Beliau wafat dan meninggalkan umat Islam pada tahun 1944 M dalam umur 57 tahun.

31.Syaikh al-Azhar ketiga puluh satu: Syaikh Musthafa Abdul Razzak (1885-1947 M)
Beliau adalah al-Imam Syaikh Musthafa bin Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Razzak, lahir pada tahun 1885 M di desa Bujarj, Propinsi al-Minya. Ayahanda beliau, Syaikh Hasan Pasha adalah sahabat Syaikh Muhammad Abduh yang bersama-sama membangun Yayasan al-Khairiyyah al-Islamiyyah. Beliau hidup di lingkungan yang sangat agamis sehingga sudah bisa menghafal al-Quran sejak umur sepuluh tahun. Setelah menguasai dasar-dasar ilmu agama beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar.
Di Kairo beliau menimba ilmu kepada ulama-ulama besar, seperti Syaikh Basiyun ‘asal, Syaikh Muhammad Hasanain al-Bulaqi, Syaikh Abu al-Fadl al-Gizawi, dan Syaikh Muhammad Abduh yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu dan pemikiran beliau.
Semua cabang ilmu beliau pelajari, meski beliau lebih condong mempelajari ilmu filsafat sehingga kelak beliau menjadi filsuf besar. Beliau juga mempelajai ilmu kedokteran, astronomi, teknik dan ilmu umum yang lainnya.
Beliau adalah seorang pelajar yang aktif di dunia jurnalistik. Pada tahun 1900 M beliau bersama kawan-kawan mendirikan sebuah buletin yang berisi makalah, riset dan sastra. Hampir semua isi yang terdapat di buletin tersebut terpengaruh oleh ide-ide Syaikh Muhammad Abduh.
Pada tahun 1908 M beliau lulus sarjana dan mengajar di madrasah ‘’Al-Qadha al-syar’i’’. Kemudian pada tahun 1909 M beliau berangkat ke Perancis untuk belajar filsafat dan bahasa Perancis di Universitas Sorbon. Saat itu beliau bersama Ahmad Lutfi al-sayyid.
Di Perancis beliau mengikuti ceramah Émile Durkheim dalam ilmu sosiologi. Selain itu beliau juga mempelajari sejarah dan sastra Perancis. Kemudian beliau mengajar bahasa Arab di Universitas Lyon Perancis. Di sana beliau bersama Monsieur Bernard menerjemahkan kitab “Al-Aqidah al-islamiyah” ke dalam bahasa Perancis. Namun pendidikan beliau di Perancis harus berakhir karena terjadi perang dunia pertama dan kembali ke Mesir pada tahun 1914 M.
Di Mesir beliau diangkat menjadi pengurus di Majlis Tinggi al-Azhar pada tahun 1915 M atas perintah dari Sultan Husain Kamil. Kemudian beliau mengundurkan diri dari jabatan tersebut pada tahun 1916 M dan beralih menjadi anggota Yayasan al-Khairiyah al-Islamiyah. Pada tahun 1920 M beliau menjadi wakil direktur yayasan tersebut, dan menjadi direkturnya pada tahun 1946 M sampai beliau wafat.
Pada tahun 1935 M beliau diangkat menjadi dosen filsafat di Universitas Kairo. Kemudian menjabat sebagai menteri Perwakafan Mesir pada tahun 1938 M sampai tahun 1942 M.
Pada tahun 1945 M Syaikh Musthafa Abdul Razzak diangkat menjadi Syaikh al-Azhar menggantikan Syaikh Musthafa al-Maraghi. Pada saat beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar, sebuah surat kabar Perancis, Li Monde menulis bahwa Perancis telah andil dalam besar dalam menyebarkan kebudayaan di dunia Islam. Itu karena beliau pernah belajar di Perancis. Namun hal itu ditentang oleh saudara beliau, Ali Abdul Razzak yang mengatakan bahwa ilmu tidak punya negara, jadi siapa saja boleh menimbanya.
Syaikh Musthafa Abdul Razzak melanjutkan pembaharuan di al-Azhar yang telah dilaksanakan oleh para pendahulu beliau. Di samping itu beliau juga aktif menulis. Di antara
karya beliau adalah:
– Terjemah kitab Risalah al-Tauhid karangan Syaikh Muhammad Abduh dalam bahasa Perancis
– Makalah berbahasa Perancis seputar makna Islam dan makna agama dalam Islam
– Al-Tamhid li tarikh al-falsafah
– Al-imam al-Syafi’i
– Al-imam Muhammad Abduh
Pada tanggal 15 Februari 1947 beliau berangkat ke perpustakaan al-Azhar dan memimpin sidang dengan para petinggi al-Azhar. Setelah itu beliau pulang, makan dan tidur sebentar. Kemudian beliau bangun dan mengambil air wudhu. Tiba-tiba beliau sangat lelah dan meninggal dunia pada hari itu juga. Semoga Allah menerima amal dan membalas semua jasa-jasa beliau untuk al-Azhar dan umat Islam seluruhnya.

32.Syaikh al-Azhar ketiga puluh dua: Syaikh Muhammad Makmun al-Syinawi (1878-1950)
Beliau lahir di desa al-Zarqa Propinsi Daqhaliyah pada tanggal 10 Agustus tahun 1878 M. Setelah menghafal al-Qur’an pada umur 12 tahun, beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar.
Di Kairo beliau dimbimbing oleh Syaikh Sayyid al-Syinawi yang merupakan kakak beliau sendiri. Di awal pendidikan beliau dibebani dengan mata pelajaran yang dirasa berat. Beliau sempat putus asa, merasa tidak mampu melanjutkan pendidikannya dan memilih pulang kampung untuk menjadi seorang petani. Namun kakak dan keluarga beliau memberikan dorongan dan motivasi kepada beliau, sehingga akhirnya beliau kembali semangat untuk melanjutkan pendidikannya.
Syaikh Muhammad Makmun al-Syinawi dikenal sebagai murid yang cerdas, bertakwa, rajin dan pantang menyerah. Beliau rajin menimba ilmu kepada para ulama al-Azhar, utamanya kepada Syaikh Abu al-Fadl al-Gizawi dan Syaikh Muhammad Abduh. Syaikh Abdul al-Fadl al-Gizawi adalah pemimpin sidang doktoral beliau yang dilaksanakan pada tahun 1906 M. Meski beliau sedang sakit demam, namun beliau berhasil meraih nilai dengan sempurna. Beliau mendapatkan gelar doktor dalam umur 28 tahun.
Jenjang karir beliau:
-Pengajar madrasah agama di Alexandria, tahun 1917 M
-Dekan Fakultas Syariah Universitas al-Azhar, tahun 1930 M
-Anggota Dewan Ulama Senior al-Azhar, tahun 1934 M.
Pada hari Ahad Rabiul Awwal 1367 H/ 18 Januari 1948 beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Beliau melanjutkan gerakan pembaharuan di tubuh al-Azhar dengan menghapus segala bentuk fanatik politik dan kepartaian. Beliau mengajak semua komponen al-Azhar untuk bersatu di bawah bendera al-Azhar dengan pedoman “Ilmu adalah kasih sayang di antara sesama.”
Syaikh Muhammad Makmun al-Syinawi mengambil kebijakan besar dengan mengirimkan delegasi khusus ke Inggris untuk belajar bahasa Inggris. Hal itu untuk mempersiapkan dakwah al-Azhar ke seluruh penjuru dunia, terutama ke negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Arab. Beliau juga menjalin kerjasama dengan berbagai pesantren dan lembaga Islam di seluruh dunia, utamanya di Pakistan, India, Indonesia, negara-negara Melayu, Afrika Selatan dan negara lainnya. Pada saat itu jumlah pelajar asing di al-Azhar lebih dari dua ribu orang, dan ulama al-Azhar telah tersebar di seperempat negara Islam di dunia.
Di Mesir beliau mendirikan sekolah-sekolah agama di seluruh propinsi. Beliau saat itu mendirikan ma’had di Mansurah, al-Minya, Samanud, Manuf dan Jirja. Selain itu beliau juga berencana mendirikan al-Azhar cabang di daerah-daerah.
Hidup beliau diabdikan sepenuhnya untuk kemajuan al-Azhar. Beliau tidak kenal lelah dalam berjuang, hingga pada akhirnya beliau sakit dan wafat pada jam 10 pagi tanggal 21 Dzulqa’dah 1369 H/ 4 September 1950 M. Semoga Allah menerima amal kebaikan beliau dan menempatkan beliau di sorga-Nya yang terindah. Amin.

33.Syaikh al-Azhar ketiga puluh tiga: Syaikh Abdul Majid Salim (1882-1954 M)

Beliau lahir di desa Mayt Syahalah, Propinsi Manufiyah pada 13 Oktober 1882 M. beliau lahir dari keluarga mulia yang dihormati masyarakat. Seperti umumnya anak-anak waktu itu, beliau menghafalkan al-Qur’an sejak kecil. Setelah cukup menguasai dasar-dasar ilmu agama, beliau berangkat ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar.
Beliau dikenal sebagai murid yang cerdas dan menguasai berbagai cabang ilmu agama. Selain itu beliau juga mendalami ilmu filsafat, sehingga kelak beliau dijuluki sebagai titisan Ibnu Sina, seorang filsuf Arab yang terkenal.
Syaikh Muhammad Abduh adalah guru beliau yang utama. Beliau mulazamah dengan gurunya itu selama kurang lebih lima tahun, menimba ilmu balaghoh, tafsir, mantiq dan filsafat. Beliau berguru ilmu seni perdebatan dan ilmu analogi kepada Syaikh Hasan al-Thawil. Adapun dalam ilmu fikih beliau menimbanya kepada Syaikh Ahmad Abu Khathwah.
Syaikh Abdul Majid Salim menyelesaikan program doktoralnya di al-Azhar pada tahun 1908 M dengan predikat sempurna. Setelah itu beliau didaulat untuk mengajar fikih dan ushul fikih di madrasah Al-Qadha al-Syar’i. Kemudian beliau menjadi Qadhi, dilanjutkan dengan menjadi Mufti.
Pada tanggal 26 Dzulhijjah 1369 H. bertepatan dengan bulan Oktober 1950 M. Syaikh Abdul Majid Salim diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Pada saat itu Mesir sedang dilanda musibah besar. Raja Faruq dan para punggawanya dzalimnya luar biasa. Dia menjadi alat penjajah Inggris di Mesir dan bertindak sekehendak hati serta mengumbar syahwat semaunya.
Meskipun keadaan Mesir sedang kacau, Syaikh Abdul Majid Salim tetap berusaha sekuat tenaga memimpin al-Azhar. Beliau melanjutkan pembaruan di tubuh al-Azhar dan melakukan langkah-langkah penting, seperti:
– Meninjau ulang kitab-kitab yang menjadi kurikulum al-Azhar, dan menyisakan yang kitab yang masih relevan.
– Menggalakkan budaya pembaharuan dan aktif menulis dengan imbalan hadiah menarik. Bagi para ulama, beliau menggalakkan riset masalah-masalah yang aktual.
– Menyiapkan generasi muda al-Azhar yang kuat untuk mengemban risalah al-Azhar, karena umat Islam telah menanti pengabdian mereka.
– Mengirimkan delegasi al-Azhar ke Eropa untuk belajar di berbagai perguruan tinggi di sana dan juga mempelajari kebudayaannya.
– Mendirikan perpustakan al-Azhar dan percetakan besar.
Beliau adalah seorang pemimpin yang berani meny
uarakan kebenaran. Ketika Raja Faruq bermaksud mengurangi anggaran belanja al-Azhar, beliau berkata, “Raja Faruq, kamu di sini bakhil, tapi di sana menghamburkan anggaran!” Maksudnya, Raja Faruq di satu sisi hendak mengurangi anggaran al-Azhar tapi di sisi lain menghamburkan anggaran di universitas lain.
Demikian juga ketika Raja Faruq pergi ke pulau Capri di Italia untuk berfoya-foya, Syaikh Abdul Majid Salim berkata, “Raja Faruq, kamu di sini bakhil, tapi di sana berfoya-foya!” Raja Faruq sangat marah mendengar ucapan beliau, dan mencopot beliau dari jabatan Syaikh al-Azhar pada tanggal 4 September 1951 M. Namun kemudian beliau diangkat lagi menjadi Syaikh al-Azhar pada 10 Februari 1952 M. ketika Raja Faruq menyadari kesalahannya.
Pada revolusi Juli, Syaikh Abdul Majid Salim mengundurkan diri dari jabatan Syaikh al-Azhar untuk kedua kalinya, yaitu pada tanggal 17 September 1952 M. Meskipun pihak penguasa membujuk beliau untuk kembali memimpin al-Azhar namun beliau menolaknya dengan keras.
Amal baik Syaikh Abdul Majid Salim tidak bisa dilupakan oleh umat Islam. Beliau berusaha keras melakukan pendekatan antar madzhab dan mengajak umat Islam untuk melawan musuh, salah satunya adalah melalui tulisan-tulisan beliau. Di antara karya-karya beliau adalah:
1. Ayyuhal muslimun, tsiqu bi anfusikum
2. Khawatir hawla al-ta’assub wa majarat al-gharbi
3. Al-Qath’iyyat wa al-dzanniyat
Setelah tidak menjabat sebagai Syaikh al-Azhar, aktifitas keseharian beliau adalah di masjid al-Azhar, hingga beliau wafat pada hari Kamis 17 Oktober 1954 M. Semoga Allah mengumpulkan beliau bersama para Nabi dan orang-orang shaleh di suga-Nya yang terindah. Amin.


34.Syaikh al-Azhar ketiga puluh empat: Syaikh Ibrahim Hamrusy (1297-1380 H/1880 -1960 M)
Beliau lahir pada 20 Rabiul Awwal 1297 H bertepatan dengan 10 Maret 1880 M di desa al-Khawalid, Markaz Itay al-Barud, Propinsi Buhairah. Keluarga beliau sangat agamis, sehingga pada umur 12 tahun beliau sudah mampu menyelesaikan hafalan al-Qur’annya. Kemudian beliau dikirim ke Kairo untuk menimba ilmu di al-Azhar. Sebelum berangkat, ayahanda beliau berpesan agar menjaga shalat fardu tepat pada waktunya. Beliau selalu mengingat pesan itu, dan seumur hidupnya tidak pernah meng-qadla shalat. Ketika adzan berkumandang, beliau langsung bergegas ke masjid untuk melaksanakan shalat.
Di al-Azhar beliau berguru kepada para ulama terkemuka. Beliau belajar ilmu fikih Hanafi kepada Syaikh Ahmad Abu Khathwah dan Syaikh Muhammad Nakhit, belajar nahwu dan sharaf kepada Syaikh Ali al-Shalahi, belajar balaghah kepada Syaikh Muhammad Abduh, dan belajar mantiq kepada Syaikh Ibnu Sahlanah. Selain alim dalam bidang ilmu agama, beliau juga mahir dalam ilmu matematika, sehingga beliau berulang kali juara matematika tingkat nasional.
Jenjang karir Syaikh Ibrahim Hamrusy:
Setelah meraih gelar doktor pada tahun 1324 H/1906 M, beliau mengabdi di beberapa lembaga:
– Pengajar di al-Azhar, tahun 1906 M
– Pengajar fikih dan ushul fikih di madrasah al-Qadha Syar’i, tahun 1908 M
– Menjadi Qadhi, 1908 M
– Pimpinan Madrasah Diniyah al-Siyut, tahun 1928 M
– Pimpinan Ma’had di Zaqaziq, tahun 1929 M
– Pengawas administrasi al-Azhar, tahun 1929 M
– Dekan Fakultas Bahasa Arab al-Azhar, tahun 1931 M
– Kepala Lembaga Fatwa Mesir, tahun 1932 M
– Anggota Dewan Ulama Senior al-Azhar, tahun 1934 M
– Pimpinan Fakultas Syariah, tahun 1944 M
Syaikh Ibrahim Hamrusy adalah guru yang sangat alim dan dihormati. Di antara murid beliau yang masyhur adalah Syaikh Hasan Makmun (Syaikh al-Azhar), Syaikh Allam Nassar, Syaikh Hasanain Makhluf(mufti Mesir) dan Syaikh Faraj al-Sanhuri (ulama fikih terkemuka di Mesir).
Pada 30 Dzulqa’dah 1370 H bertepatan dengan 2 September 1951 M beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Yang pertama beliau lakukan adalah mengatur kembali anggaran belanja al-Azhar, karena saat itu penjajah Inggris semakin menekan bangsa Mesir.
Ketika Inggris menduduki kota Ismailiyah dan membunuh puluhan polisi di sana, Syaikh Ibrahim Hamrusy atas nama al-Azhar mengobarkan semangat jihad melawan penjajahan. Inggris sangat marah dan menekan pemerintah Mesir untuk menurunkan beliau dari kursi Syaikh al-Azhar. Pemerintah Mesir tidak berdaya menolak kemauan Inggris dan menurunkan beliau pada bulan Februari 1952 M.
Beliau adalah seorang penulis produktif, di antara karya beliau adalah Awamil numuw al-lughoh dan berbagai artikel yang tersebar di media massa. Beliau wafat pada hari Jumat 1380 H/14 November 1960 M.

35.Syekh al-Azhar ketiga puluh lima: Syekh Muhammad Khidr Husain (1293-1377 H)
Beliau lahir di kota Nafta, Tunisia pada 26 Rajab 1293 H. Keluarga beliau berasal dari Al-Jazair yang merupakan keturunan dinasti Idrisiyah di Maroko. Sejak kecil beliau dididik oleh ayahanda, menghafalkan al-Qur’an dan belajar dasar-dasar ilmu agama. 
Ketika beliau berumur 12 tahun, yaitu tahun 1305 H., keluarga beliau pindah dari kota Nafta ke ibukota Tunisia. Kemudian beliau belajar di universitas al-Zaytuniyah pada tahun 1307 H./ 1889 M. Kecerdasan beliau telah tampak sejak saat itu, dan pemerintah Tunisia melirik beliau untuk dijadikan pegawai di beberapa jabatan penting, meskipun pada saat itu beliau belum lulus kuliah. Beliau tetap melanjutkan pendidikannya, berguru kepada para ulama terkemuka, terutama kepada ahli tafsir dan hadits, seperti Syekh Salim Abu Hajib.
Setelah lulus sarjana di Univ. al-Zaytuniyah pada tahun 1317 H., beliau pergi ke Tripoli, Libya dan menetap di sana beberapa waktu. Kemudian beliau kembali lagi ke Tunisia dan mengajar di al-Zaytuniyah. Selain itu beliau bersama ulama yang lain juga mendirikan Yayasan al-Zaytuniyah di Tunisia pada tahun 1325 H.
Syekh Muhammad Khidr Husain dikenal sebagai ulama yang fasih lisan dan tulisannya. Beliau adalah seorang penyair ternama. Ketika terjadi perang antara pasukan Italia dan Turki Utsmani, syair-syair beliau mampu membangkitkan semangat kaum muslimin untuk membantu Turki Utsmani, sehingga kemenangan berada pada negara Islam tersebut.
Beliau telah mendatangi berbagai negara untuk mengambil ilmu dan faidahnya. Di Damaskus beliau mengajar bahasa Arab di Univ. Sulthaniyah. Di Astanah, Iran beliau menjadi redaktur bahasa Arab untuk Kementrian Angkatan Perang Iran. Panglima perang Turki Utsmani Envar Pasha juga pernah secara resmi mengirim
beliau ke Jerman untuk belajar bahasa Jerman, dan beliau bisa menguasainya dengan sempurna. Selain itu beliau juga pergi ke Syam, Aljazair, Mesir dan negara-negara lainnya.
Negara yang paling sering beliau kunjungi adalah Mesir, dan pada kunjungan yang kesekian kalinya, beliau memutuskan untuk menetap dan menjadi warga negara Mesir. Beliau melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan gelar doktor dari al-Azhar.
Karir Syekh Muhammad Khidr Husain di Mesir:
– Pemimpin redaksi majalah “Nur al-Islam” yang kelak berganti nama menjadi “Majalah al-Azhar”, tahun 1349 H.
– Mendirikan Yayasan “al-Syubban al-Muslimin, tahun 1346 H.
– Pemimpin redaksi majalah “Liwa al-Islam”, tahun 1366 H.
– Pemimpin pustaka “Darul Kutub al-Mishriyyah”
– Mendirikan Yayasan “Ta’awun Jaliyat Syimal Ifriqiya”
Pada hari Selasa, tanggal 26 Dzulhijjah 1371 H. bertepatan dengan tanggal 16 September 1952 M. beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar. Beliau menjadikan al-Azhar sebagai lembaga pendidikan Islam agung dan dihormati dunia. Pernah Presiden Tunisia, al-Habib Aba Raqibah mengundang beliau untuk berkunjung ke tempatnya, tetapi beliau tidak mau datang, karena presiden Tunisia tersebut tidak mau menerapkan ajaran Islam di negaranya.
Masa kepemimpinan Syekh Muhammad Khidr Husain tidak lama, hanya sekitar dua tahun saja. Beliau mengundurkan diri pada tahun 1371 H. karena berbagai macam sebab.
Beliau adalah seorang penulis produktif. Di antara karya beliau adalah:
1. Al-majaz wa al-naql wa atsaruhuma fi hayat al-lughah al-arabiyah
2. Al-istisyhad bi al-hadits fi al-lughah
3. Thuruq al-mushthalahat al-tibbiyah wa tauhidiha fi al-bilad al-‘arabiyah
4. Rasail al-ishlah
5. Diwn syi’ir khawatir al-hayat
Setelah hidup dengan umur panjang serta berhias ilmu dan amal, beliau wafat pada hari Ahad sore tanggal 13 Rajab 1377 H. bertepatan dengan tanggal 22 Februari 1958 M.

36.Syaikh al-Azhar ketiga puluh enam: Syaikh Abdurrahman Taj (1896-1975 M)
Beliau lahir di kota al-Siyut Mesir pada tahun 1896 M. Sejak umur 5 tahun beliau telah belajar ilmu agama dan pada umur 10 tahun telah berhasil mengafal al-Qur’an seluruhnya.
Pada tahun 1910 M. beliau masuk Ma’had agama di Alexandria. Kecerdasan beliau sangat tampak sejak saat itu, dan pada tahun 1923 M. beliau menyelesaikan pendidikan di Ma’had tersebut. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di divisi spesialisasi fakultas Syariah universitas al-Azhar dan selesai pada tahun 1926 M.
Pada tahun 1936 M. beliau dipilih menjadi delegasi al-Azhar untuk belajar ke Universitas Sorbon, Perancis. Beliau membawa serta istri dan ketiga anak beliau untuk belajar di sana. Meskipun perang dunia II berkobar di Perancis, beliau tetap melanjutkan pendidikannya sampai meraih gelar doktor pada tahun 1942 M. di bidang filsafat dan sejarah agama dengan judul desertasi “Al-Babiyah wa al-Islam”.
Karir Syaikh Abdurrahman Taj:
– Pengajar di divisi spesialisasi fakultas Syariah universitas al-Azhar, tahun 1935 M.
– Anggota Lembaga Fatwa Mesir, mewakili ulama madzham Hanafi
– Sekretaris Lembaga Fatwa Mesir
– Pengawas ilmu agama dan bahasa Arab di Ma’had agama Mesir
– Bagian administrasi di fakultas Syariah Univ. al-Azhar
– Pemimpin divisi umum dan delegasi al-Azhar
– Penanggung jawab utusan ke negara-negara Islam
– Anggota Dewan Ulama Senior al-Azhar, tahun 1951 M.
– Dosen fakultas hukum Univ. Ain Syams Mesir
– Anggota perancang undang-undang negara Mesir
Pada tahun 1954 Syaikh Abdurrahman Taj diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Dengan keilmuan dan pengalaman beliau yang mumpuni, beliau melakukan perubahan-perubahan penting di al-Azhar. Beliau memasukkan kurikulum bahasa asing di setiap jenjang pendidikan al-Azhar, dari mulai sekolah dasar sampai universitas. Beliau juga membangun asrama mahasiswa al-Azhar sebagai ganti ruwaq-ruwaq masjid al-Azhar. selain itu beliau juga menerapkan pendidikan militer di al-Azhar.
Pada tahun 1955 M. beliau diundang oleh Presiden RI Soekarno untuk menghadiri ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-10. Di sana beliau mendapatkan sambutan yang luar biasa dari bangsa Indonesia.
Pada tahun 1958 M. beliau meninggalkan kedudukannya sebagai Syaikh al-Azhar karena terpilih menjadi wazir di persatuan negara Arab yang beranggotakan Mesir, Yaman dan Syiria. Namun beliau menyelesaikan tugasnya karena persatuan negara Arab telah bubar dengan keluarnya Syiria pada tahun 1961 M.
Beliau adalah seorang penulis produktif. Di antara karya beliau adalah:
1. Al-babiyah wa alaqatiha bi al-islam, ditulis dengan bahasa Perancis
2. Al-ahwal al-syakhsyiyah fi al-syariat al-islamiyah
3. Tarikh tasyri’ al-islami
4. Hukm al-riba fi al-syari’ah al-islamiyah
Kedudukan dan karir Syaikh Abdurrahman Taj tidak menghalangi beliau dari mengajarkan ilmu agama di al-Azhar. Bahkan, dalam keadaan sakitpun beliau tetap mengajar hingga akhirnya beliau wafat pada hari Sabtu 30 Rabiul Awwal 1395 H. bertepatan dengan 12 April 1975 M. 

37.Syeikh al-Azhar ketiga puluh tujuh: Syeikh Mahmud Syaltut (1893- 1963 M)
Beliau lahir di kota Mansour, Markaz Itay al-Barud, Propinsi Buhairah pada tahun 1893 M. Setelah menghafal al-Quran di kampungnya, beliau masuk ke Ma’had Diniyah di Alexandria pada tahun 1906 M. Setelah menempuh pendidikan menengah di ma’had tersebut, beliau berangkat ke Kairo untuk belajar di al-Azhar.
Di Kairo beliau menimba ilmu kepada para ulama terkemuka, dan pada tahun 1918 M. beliau berhasil meraih gelar doktor dari Univ. al-Azhar. Selain menjadi mahasiswa, beliau juga berperan aktif di gerakan Revolusi 1919, dengan ceramah dan tulisan-tulisan yang beliau sebarkan.
Jenjang karir Syeikh Mahmud Syaltut:
– Pengajar Ma’had Diniyah di Alexandria, tahun 1919 M.
– Pengajar Departemen Pendidikan Tinggi al-Azhar di Kairo
– Pengacara di Pengadilan Syariah Mesir
– Pengawas Ma’had Diniyah al-Azhariyah, 1939 M.
– Anggota Dewan Ulama Senior al-Azhar, 1941 M.
– Anggota Majma al-Lughoh al-Arabiyah, 1946 M.
– Dosen fikih al-Quran dan Sunah untuk mahasiswa diploma Fakultas Hukum Univ. Kairo, 1946 M
– Sekretaris Umum Konferensi Islam, 1957 M.
– Wakil al-Azhar.
Pada tahun 1937 M. beliau diutus oleh al-Azhar untuk menghadiri konferensi “Perbandingan Hukum-hukum International” di Den Haag, Belanda. Pada kesempatan itu beliau menyampaikan makalah yang berjudul “Tuntutan Perdata pada Syariat Islam”.
Pada 13 Oktober 1958 M. beliau diangkat menjadi Syeikh al-Azhar. Beliau mendirikan “Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah” sebagai pusat riset islami, yang mengadakan konferensi perdananya pada tahun 1964 M.
Syaikh Mahmud Syaltut melihat bahwa umat Islam telah terpecah sekian lama dan terkoyak menjadi bagian-bagian yang sangat fanatik terhadap kelompoknya. Beliau berusaha mendekatkan kelompok-kelompok tersebut supaya bisa bersatu, seperti yang beliau lakukan terhadap kelompok Sunni dan Syiah. Pemikiran beliau diterapkan dalam kurikulum al-Azhar dengan memasukkan materi semua madzhab fikih yang ada tanpa adanya fanatik buta.
Beliau telah mengunjungi ber
bagai negara di dunia untuk berdakwah menyatukan kelompok-kelompok Islam. Beliau pernah diundang ke Indonesia, Filipina, Malaysia, China, Rusia, India, Amerika, Jerman, Brazil, dan Pakistan.
Di antara karangan beliau adalah:
1. Fiqh al-Quran wa al-sunnah
2. Muqaranah al-madzahib
3. Al-Quran wa al-qital
4. Risalah al-Azhar
5. Al-Islam aqidah wa syari’ah
Demikianlah, Syaikh Syaltut mengabdikan hidupnya untuk al-Azhar dan umat Islam, hingga akhirnya beliau wafat pada tanggal 27 Rajab 1383 H/ 1963 M. Semoga Allah menempatkan beliau di sorga-Nya yang terindah. Amin.

38.Syekh al-Azhar ketiga puluh delapan: Syekh Hasan Makmun (1894-1973 M)

Beliau lahir di Kairo pada 12 Juni 1894 M. Ayahanda beliau adalah imam masjid al-Fath di daerah Qasr al-Abidin. Pendidikan pertama beliau ditempuh di madrasah al-Azhar. Kemudian setelah menyelesaikan pendidikan tsanawiyah di al-Azhar (setingkat SMA) beliau melanjutkan pendidikannya di madrasah al-Qadha al-Syar’i dan lulus tahun 1918 M. Saat itu, disamping menguasai ilmu agama beliau juga mahir berbahasa Perancis.
Jenjang Karier Syekh Hasan Makmun:
– Petugas yudisial di Pengadilan Syariah Propinsi Zaqaziq, tahun 1919 M.
– Petugas yudisial di Pengadilan Syariah Kairo, tahun 1920 M.
– Hakim di Pengadilan Syariah Propinsi Tanta, tahun 1921 M.
– Hakim di Pengadilan Syariah Mesir, tahun 1929 M.
– Hakim Agung Sudan, tahun 1941 M.
– Kepala Pengadilan Tingkat Pertama Kairo, tahun 1947 H.
– Wakil Kepala Pengadilan Tinggi Syariah Kairo, tahun 1951 M.
– Kepala Pengadilan Tinggi Syariah Kairo, tahun 1952 M.
– Mufti Mesir, tahun 1955 M.
Pada tanggal 26 Juli 1964 M. beliau diangkat menjadi Syaikh al-Azhar. Beliau adalah seorang pengikut Syekh Muhammad Abduh. Pemikiran tentang pembaharuan al-Azhar beliau terapkan secara bertahap melengkapi pembaharuan sebelumnya yang belum sempat dilaksanakan.
Syekh Hasan Makmun adalah seorang negarawan muslim. Ketika Yahudi membakar masjid al-Aqsa, beliau menyeru kepada seluruh umat Islam di muka bumi untuk berjihad melawan Israel. Demikian juga ketika tahun 1967 Mesir diserang Israel, beliau mengajak seluruh negeri Arab menggunakan kekuataan minyaknya untuk melawan Israel.
Syekh Hasan Makmun adalah seorang pecinta ulama, terutama Imam Syafi’i. Beliau selalu hadir dalam perayaan hari lahir Imam Syafi’i yang diselenggarakan di masjid Imam Syafi’i di Kairo.
Beliau adalah seorang mufti yang telah mengeluarkan sebanyak empat ribu fatwa. Beliau juga seorang penulis produktif, di antara karya beliau adalah:
1. Al-fatawa
2. Dirasat wa abhats fiqhiyyah mutanawwi’ah
3. Al-sirah al-‘athrah
4. Al-jihad fi al-Islam
Beliau memimpin al-Azhar selama kurang lebih 9 tahun dan wafat pada tanggal 29 Mei 1973 M.


39.Syekh al-Azhar ketiga puluh sembilan: Syekh Muhammad al-Fahham (1321 -1400 H/1894-1980 M)
Beliau lahir di Alexandria pada 18 Rabiul Awwal 1321 H bertepatan dengan 18 September 1894 M. Beliau besar dan belajar di kota kelahirannya tersebut. Setelah menghafalkan al-Quran dengan sempurna, beliau memulai pendidikan formalnya di Ma’had Diniyah Alexandria.
Ketika beliau duduk di tingkat 2 ibtida’i (setingkat SMP), dan saat itu sedang dilaksanakan ujian lisan, Grand Syekh al-Azhar Salim al-Bisyri berkunjung ke Ma’had tempat beliau belajar. Syekh Salim al-Bisyri bertanya kepada beliau tentang bab “naib fa’il” dalam ilmu nahwu. Beliau menjawabnya dengan sangat tangkas dan cermat sehingga Syekh Salim al-Bisyri bertanya sebagai pujian terhadap beliau: “Ini murid ibtida’i atau murid tsanawi?” Kemudian Syekh Salim al-Bisyri mendoakan untuk beliau kebaikan dan keberkahan.
Syekh Muhammad al-Fahham bukan hanya ahli dalam bahasa Arab, beliau juga mahir dalam ilmu mantiq dan geografi. Ketika duduk di tingkat dua tsanawi (setingkat SMA), beliau telah menulis buku tentang mantiq yang berjudul “al-wajahat”. Buku tersebut justru diambil manfaatnya oleh para pelajar universitas.
Pernah Syekh Muhammad al-Fahham berkesempatan untuk belajar di fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, namun beliau mengabaikannya. Padahal saat itu Darul Ulum lebih menjanjikan masa depan dibanding universitas yang lain. Demi mentaati pesan ibunya agar tidak meninggalkan al-Azhar, beliau tetap belajar di Pendidikan Tinggi pada kantor Pusat Ulama Alexandria dan mengikuti ujian yang diselenggarakan al-Azhar hingga mendapatakan ijazah sarjana pada tahun 1922 M.
Setelah lulus sarjana, beliau tidak tertarik untuk menjadi pegawai di instansi pemerintah. Beliau justru menggeluti dunia perdagangan dan sukses di dalamnya. Namun panggilan ilmiah menarik beliau untuk mengajar Ma’had Diniyah Alexandria. Kemudian pada tahun 1935 M. beliau mengajar di fakultas Syariah al-Azhar Kairo.
Pada tahun 1936 M. beliau diutus oleh al-Azhar untuk belajar ke Perancis. Beliau berangkat beserta istri dan anak-anak beliau. Meskipun perang dunia kedua melanda Perancis, namun beliau tetap bertahan dan berhasil mendapatakan gelar diploma dari sekolah Alliance Francaise, Paris pada tahun 1938 M. Selain itu beliau juga meraih gelar diploma bahasa Timur dalam sastra Arab tahun 1941 M., gelar diploma dialek bahasa Libanon dan Syiria, dan diploma pemulihan pengajaran bahasa Perancis. Semua gelar diploma tersebut beliau dapatkan dari fakultas sastra Univ. Bordeaux pada tahun 1941 M. Kemudian pada Juli 1946 beliau meraih gelar doktor dari Universitas Sorbonne, Perancis.
Syekh Muhammad al-Fahham kembali dari Perancis pada tahun 1946 M. untuk mengajar di fakultas Syariah al-Azhar. Setelah itu beliau mengajar mata kuliah perbandingan sastra, nahwu dan sharaf di fakultas Bahasa Arab al-Azhar, dan akhirnya pada tahun 1959 beliau diangkat menjadi dekan di fakultas tersebut.
Pada tahun 1947 M. beliau bersama syekh Muhammad Irfat dan Syekh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid didaulat untuk mewakili al-Azhar di konferensi kebudayaan Arab di Libanon. Selain ke Libanon, saat itu beliau juga mengunjungi Syiria.
Pada tahun 1949 M. beliau diminta oleh Univ. Alexandria untuk mengajar di fakultas sastra. Beliau menerima permohonan itu dengan tetap mengajar di fakultas bahasa Arab al-Azhar.
Kunjungan beliau ke luar negeri:
– Menjadi Qadhi di Nigeria selama 5 bulan, tahun 1951 M.
– Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, tahun 1952 M.
– Riset kehidupan umat Islam di Mauritania, tahun 1963 M.
– Konferensi Islam di Bandung, Indonesia, tahun 1964 M.
– Melihat peninggalan sejarah Arab Islam di Libya, Aljazair, Spanyol, tahun 1967 M.
Pada 5 Rajab 1389 H. bertepatan dengan 16 Septembe
r 1969 M. beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar. ketika itu sedang marak gerakan missionaris Kristen di Mesir. Beliau bisa mendamaikan hal itu dan menjalin hubungan baik dengan penganut Kristen Koptik Mesir.
Syaikh Muhammad al-Fahham dikenal sebagai seorang ulama yang berilmu tinggi dan berakhlak mulia. Di samping itu beliau juga aktif menulis. Di antara karangan beliau adalah:
– Sibawaih
– Maqalat ‘adidah mutanawwi’ah
– Al-muslimun wa istirdad bait al-muqaddas
– Atsar al-Islam fi taujih al-qaadat al-idariyyin
Pada Maret 1973 M. beliau sakit dan digantikan oleh Syekh Abdul Halim Mahmud. Sisa hidup beliau dihabiskan untuk beribadah kepada Allah, dan akhirnya beliau wafat di Alexandria pada 19 Syawwal 1400 H. bertepatan dengan 30 Agustus 1980 M. 

40.Syekh al-Azhar keempat puluh: Syekh Abdul Halim Mahmud (1910-1978 M)
Beliau lahir di desa “Abu Ahmad”, pinggiran kota Bilbies Propinsi Syarqiyah pada tahun 1910 M. Ayahanda beliau, Syekh Ali adalah pelajar al-Azhar yang putus sekolah karena ditinggal wafat ayahnya dan mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Cita-cita Syekh Ali beliau titipkan ke puteranya, Abdul Halim Mahmud untuk menimba ilmu di al-Azhar sampai selesai.
Setelah menghafal al-Qur’an, Abdul Halim Mahmud didaftarkan ayahnya ke ma’had al-Azhar di Kairo pada tahun 1923 M. Ketika Ma’had al-Azhar cabang Zaqaziq dibuka, yaitu pada tahun 1925 M., beliau pindah ke sana supaya lebih dekat dengan orang tuanya. Disamping itu beliau juga belajar di Sekolah Pendidikan Guru di Zaqaziq yang dilaksanakan pada sore hari.
Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Guru, Syaikh Abdul Halim Mahmud hendak mendaftar menjadi seorang pengajar, namun oleh ayahnya beliau disuruh untuk melanjutkan pendidikan al-Azhar, hingga akhirnya beliau lulus pendidikan Tsanawiyah (setingkat SMA) pada tahun 1928 M.
Pada tahun 1932 M. beliau meraih gelar sarjana dari al-Azhar. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Universitas Sorbonne, Perancis dan meraih gelar doktor pada tahun 1940 M.
Karier Syekh Abdul Halim Mahmud:
– Dosen ilmu psikologi di fakultas Bahasa Arab al-Azhar
– Dosen ilmu filsafat di fakultas Ushuluddin al-Azhar, tahun 1951 M.
– Dekan fakultas Ushuluddin, tahun 1964 M.
– Anggota Majma al-Buhuts al-Islamiyah
– Menteri Perwakafan Mesir
Pada Maret 1973 M. beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar menggantikan Syekh Muhammad al-Fahham. Karena sebelumnya beliau menjadi menteri Perwakafan Mesir, beliau menjadi tahu bahwa selama ratusan tahun harta wakaf al-Azhar telah dicuri oleh pemerintah Mesir sejak kepimpinan Muhammad Ali Pasha. Untuk itu, yang pertama beliau lakukan adalah mengembalikan seluruh kekayaan al-Azhar.
Di al-Azhar beliau melakukan beberapa langkah besar, seperti membentuk pusat-pusat tahfidz al-Qur’an di seluruh kota dan propinsi, mengoptimalkan peran ma’had ibtida’iyah al-Azhar, ma’had tsanawiyah al-Azhar, ma’had askariyah (militer) dan ma’had untuk pelajar putri.
Syaikh Abdul Halim Mahmud dimasa kepemimpinannya juga mendesak pemerintah Mesir untuk menerapkan syariat Islam. Karena menurut beliau, penerapan syariat Islam adalah satu-satunya jalan untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Syekh Abdul Halim Mahmud memiliki karangan yang sangat banyak. Secara umum tulisan beliau dibagi menjadi tiga:
– Karya ilmiah yang beliau tulis ketika kuliah di Perancis dan telah beliau terjemahkan ke dalam bahasa Arab, seperti : Wazin al-arwah, al-Falsafat al-yunaniyah, al-Musykilat al-akhlaqiyah wa al-falasifah, dan Muhammad Rasulullah
– Karya beliau yang merupakan syarh atau komentar dari kitab-kitab turats yang berjumlah lebih dari 14 judul buku seperti komentar dari kitab Al-Falsafah al-Hindiyah li al-Bairuni, al-Luma’ li al-Thusi dan al-Risalah al-qusyairiyah.
– Karya beliau yang merupakan pembahasan tema-tema ilmiah, berjumlah lebih dari 50 judul buku, seperti al-Faylasuf al-muslim, al-Tasawuf ‘inda Ibnu Sina, Asrar al-ibadat fi al-Islam dan lain sebagainya.
Syekh Abdul Halim Mahmud benar-benar mengoptimalkan hidupnya untuk mengabdi kepada al-Azhar dan umat Islam. Namun ketika baru pulang dari tanah suci, beliau merasakan sakit dan dibawa ke rumah sakit al-Syabrawi. Kemudian beliau wafat pada Selasa 15 Dzulqa’dah 1398 bertepatan dengan 17 Oktober 1978 M. Semoga Allah menempatkan beliau di sorga-Nya yang terindah. Amin.

41.Syekh al-Azhar keempat puluh satu: Syekh Muhammad Abdurrahman Baishar (1910-1982 M)
Beliau lahir di desa Salimiyah, Propinsi Kafr al-Syekh pada 20 Oktober 1910 M. Setelah selesai menghafalkan al-Quran, beliau masuk ke Ma’had Diniyah al-Azhar wilayah Dasuq. Kemudian beliau melanjutkan pendidikan Tsanawiyahnya di Ma’had wilayah Tanta.
Saat Syekh Muhammad Abdurrahman Baishar masih muda, Mesir sedang mengalami goncangan politik dan ekonomi. Banyak pelajar al-Azhar yang putus sekolah dan mencari peluang kerja di kota. Sebagian dari mereka pindah ke Sekolah Pendidikan Guru supaya bisa mendaftar menjadi pengajar di sekolah-sekolah tertentu.
Keadaan saat itu mempengaruhi jiwa beliau. Beliau memberanikan diri untuk keluar dari al-Azhar dan pulang ke kampungnya. Ayahanda beliau bertanya, “Apakah kamu pulang karena kurang biaya?” beliau menjawab, “Tidak, ayah. Aku pulang karena ingin bertukar pikiran dengan ayah tentang masa depanku. Al-Azhar menurutku tidak bisa menjamin masa depanku.”
Ayahanda beliau yang bijaksana kemudian berkata, “Aku mengirimmu ke al-Azhar bukan untuk mencari uang, tetapi untuk menimba ilmu agama supaya kamu bisa bermanfaat bagi dirimu sendiri dan orang-orang sekitarmu. Anakku, agama bukanlah barang dagangan. Rizki itu ada pada kekuasaan Allah yang telah menciptakanmu. Dialah yang akan menjamin hidupmu. Kembalilah ke pendidikanmu dan bertawakallah kepada Allah. Sungguh, kamu tidak tahu besok akan kerja apa, tetapi Allah tidak akan membiarkan hamba-hamba-Nya. Segala sesuatu di hadapan Allah sudah ditentukan ukurannya.”
Syek Muhammad Abdurrahman Baishar menuruti nasihat ayahandanya, kemudian beliau melanjutkan pendidikan di jurusan Akidah Filsafat, fakultas Ushuluddin al-Azhar dan lulus tahun 1939 M. Dan, pada tahun 1945 beliau meraih gelar Guru Besar dari al-Azhar.
Pada tahun 1949 M. beliau dikirim oleh al-Azhar untuk belajar di Inggris. Di sana beliau beberapa kali pindah universitas, salah satunya adalah di Universitas Cambridge. Namun akhirnya beliau memutuskan untuk belajar di Universitas Edinburg dan meraih gelar doktor dari universitas tersebut.
Karir syekh Muhammad Abdurrahman Baishar
– Dosen fakultas Ushuluddin al-Azhar, tahun 1946 M.
– Dosen fakultas Ushuluddin al-Azhar, tahun 1955 M. (setelah pulang dari Inggris)
– Direktur Markaz Islam di Washington, Amerika, tahun 1955-1959 M.
– Dosen fakultas Ushuluddin al-Azhar, tahun 1959 M. (setelah pulagn dari Amerika)
– Kepala delegasi al-Azhar ke Libya, tahun 1963 M.
– Sekjen al-Azhar, tahun 1968 M.
– Wakil al-Azhar, tahun 1974 M.
– Menteri Perwakafan Mesir, tahun 1978 M.
Pada 29 Januari 1979 M. beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar.
beliau membentuk komite besar untuk mempelajari AD-ART al-Azhar supaya bisa memperbaikinya dan meningkatkan risalah al-Azhar di dunia international. Kemampuan beliau dalam berbahasa Inggris dan penguasaannya terhadap kebudayaan Timur serta Barat membuat beliau mudah untuk mengembangkan pengaruh dan wibawa al-Azhar di mata dunia.
Beliau adalah bapak filsafat Mesir di zamannya. Beliau telah mengikuti berbagai seminar international; di Amerika, Kanada, Eropa, Asia dan Afrika. Beliau juga aktif menulis. Di antara karangan beliau adalah:
1. Al-wujud wa al-khulud fi falsafah ibn Rusd
2. Al-aqidah wa al-akhlaq fi falsafah al-yunaniyah
3. Al-alam bayna al-qidam wa al-huduts
4. Al-islam wa al-masihiyah
Menjelang akhir hayat, beliau berwasiat supaya al-Azhar meningkatkan pendidikan bahasa Inggrisnya. Beliau wafat pada 28 Maret 1982 M. Semoga Allah menempatkan beliau di sorganya yang terindah. Amin.

42.Syekh al-Azhar keempat puluh dua: Syekh Jadul Hak Ali Jadul Hak (1917-1996 M)
Beliau lahir pada April 1917 M. di Batrah, sebuah desa di wilayah Thalkha Propinsi Daqhaliyah. Semenjak kecil beliau berguru hafalan al-Quran kepada ahli al-Quran di desanya, juga belajar ilmu matematika, baca-tulis dan ilmu kaligrafi Arab. Setelah mengafal al-Quran dengan sempurna, beliau masuk ke Ma’had al-Ahmadi di Tanta. Namun sebelum menyelesaikan pendidikan tsanawi (setingkat SMA) di sana, beliau pindah ke Kairo untuk belajar di Ma’had al-Azhari.
Lulus dari Ma’had al-Azhari, beliau melanjutkan pendidikannya di fakultas Syariah Universitas al-Azhar dan meraih ijazah License (strata satu) pada tahun 1943 M. Dua tahun kemudian, yaitu tahun 1945 M., beliau meraih ijazah ‘alamiyah (strata dua) dari Universitas al-Azhar. Pada tahun yang sama beliau juga menyelesaikan pendidikannya di madrasah Al-Qadha al-Syar’i.
Karier Syekh Jadul Hak Ali Jadul Hak:
– Petugas di Pengadilan Syariah, tahun 1946 M.
– Bendahara di Darul Ifta (lembaga fatwa), tahun 1952 M.
– Hakim di Pengadilan Syariah, tahun 1954 M.
– Kepala Pengadilan Syariah, tahun 1971 M.
– Inspektur Peradilan di Departemen Kehakiman Mesir
– Mufti Mesir, tahun 1978 M
– Anggota Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, tahun 1980 M.
– Menteri Perwakafan Mesir, tahun 1982 M.
Pada Maret 1982 M. Syekh Jadul Hak Ali Jadul Hak diangkat menjadi Syekh al-Azhar. Beliau mencurahkan segala upaya untuk meninggikan derajat al-Azhar dengan ilmu dan keahlian yang beliau miliki. Beliau berdakwah melalui radiao dan televisi, serta seminar-seminar lokal maupun international. Perhatian beliau selalu tertuju kepada umat Islam, terutama kaum minoritas seperti di Bosnia Herzegovina, Chechen, Kashmir dan lain sebagainya.
Dokumen dakwah beliau yang berupa tulisan tidak terhitung jumlahnya. Selain itu beliau juga menulis banyak buku, di antaranya:
1. Buhuts wa fatawa islamiyah fi qadhaya mu’ashirah
2. Al-ahkam al-qadhaiyyah
3. Al-ijtihad wa syurutuhu, wa nithaquhu wa al-taqlid wa al-tahkhrij
4. Al-qadha fi al-islam wa tatharruf al-dini wa ab’adihi.
Beliau adalah seorang pribadi yang sederhana. Meskipun menjadi Syekh al-Azhar, beliau tetap tinggal di rumah sederhana bersama keluarganya, hingga akhirnya al-Azhar dan umat Islam kehilangan beliau untuk selamanya pada tahun 1996 M. Semoga Allah menempatkan beliau di sorga-Nya yang terindah. Amin.

43.Syekh al-Azhar keempat puluh tiga: Syekh Muhammad Sayyid Tantawi (1928-2010 M)
Nama lengkap beliau adalah Syekh Dr. Muhammad Sayyid Athiyah Tantawi. Lahir di desa Sulaim, Markaz Thama Propinsi Suhaj pada 14 Jumadil Ula 1347 H. bertepatan dengan 28 Oktober 1928 M.
Beliau belajar dasar-dasar ilmu agama di desanya. Setelah menghafalkan al-Quran beliau masuk ke Ma’had Diniyah di Alexandria pada tahun 1944 M. Kemudian setelah lulus tsanawiyah (setingkat SMA) beliau melanjutkan pendidikannya ke fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar dan lulus pada tahun 1958 M.
Pada tahun 1959 M. beliau menyelesaikan pendidikan “takhassus” nya di al-Azhar, dan meraih gelar doktor di bidang Tafsir Hadits dengan predikat mumtaz pada September 1966 M.
Jenjang Karier Syekh Muhammad Sayyid Tantawi:
– Khatib dan pengajar di Kementrian Perwakafan Mesir, tahun 1960 M.
– Pengajar Tafsir Hadits di fakultas Ushuluddin Univ. al-Azhar, tahun 1968 M.
– Pembantu Dosen Tafsir di fakultas Ushuluddin al-Azhar cabang al-Siyut, tahun 1972 M.
– Dosen di Universitas Islamiyah Libya, 1972-1976 M.
– Dosen ilmu Tafsir di fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar cabang al-Siyut, tahun 1976 M.
– Dekan fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar cabang al-Siyut 1976 M.
– Kepala Bagian ilmu Tafsir Program Pasca Sarjana Universitas Islamiyah, Madinah, Saudi Arabia, 1980-1984 M.
– Dekan fakultas Dirasat Islamiyah wa al-Arabiyah Universitas al-Azhar, tahun 1985 M.
– Mufti Mesir, tahun 1986-1996 M.
Pada 8 Dzulqa’dah 1416 H. bertepatan dengan 27 Maret 1996 M beliau diangkat menjadi Syekh al-Azhar. Beliau merampungkan program Syekh Abdul Halim Mahmud (Syekh al-Azhar ke-40), yaitu mengembalikan seluruh harta al-Azhar yang telah dirampas oleh pemerintah Mesir selama ratusan tahun sejak kepemimpinan Ismail Pasha.
Ketika Aceh, Indonesia diguncang Tsunami pada tahun 2004 M., Syekh Muhammad Sayyid Tantawi mengambil kebijakan untuk memberikan beasiswa kepada seluruh mahasiswa al-Azhar asal Indonesia, tanpa terkecuali. Ini adalah bentuk kepedulian seorang Syekh al-Azhar kepada anak didiknya.
Beliau adalah seorang penulis yang aktif, beberapa karangan beliau adalah:
1. Tafsir al-Qur’an al-Karim
2. Mu’amalah al-bunuk wa ahkamiha al-syar’iyyah
3. Al-ijtihad fi al-ahkam al-syari’iyah
4. Al-fiqh al-muyassar
5. Al-mar’ah fi al-islam
Pada tahun 2010 M. beliau berkunjung ke Saudi Arabia. Ternyata Allah telah menuliskan takdir bahwa saat itu adalah masa akhir pengabdian beliau untuk al-Azhar dan umat Islam. Setelah shalat Shubuh tanggal 24 Rabiul Awwal 1431 H. bertepatan dengan 10 Maret 2010, beliau hendak naik tangga pesawat untuk pulang ke Kairo. Namun beliau sudah tidak kuat lagi dan wafat pada hari itu juga. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman Baqi’, Madinah Munawwarah.


44.Syaikh al-Azhar keempat puluh empat: Syaikh Ahmad Thayyib
Beliau adalah Imam Agung Syaikh al-Azhar Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Thayyib. Lahir pada tanggal 3 Shafar 1365, bertepatan dengan tanggal 6 Januari 1946 di sebuah daerah di provinsi Qina, Mesir sebelah selatan.
Beliau lahir dari sebuah keluarga yang memiliki nasab yang bersambung kepada Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah. Sejak kecil Beliau gemar menghadiri majlis perdamaian antar suku
yang diadakan oleh kakeknya Syaikh Ahmad Thayyib dan ayahnya Syaikh Muhammad Thayyib, bahkan beliau pun tetap mengikuti majlis itu ketika telah menjadi Syaikh al-Azhar saat pulang ke kampung halamannya.
Masa kecilnya beliau habiskan di kampungnya. Kemudian beliau belajar di madrasah al-Azhar, menghafalkan al-Quran dan mempelajari dasar-dasar ilmu dengan metode al-Azhar. Setelah menyelesaikan sekolah menengah di madrasah al-Azhar, beliau masuk ke Universitas al-Azhar fakultas Ushuluddin jurusan Akidah dan Filsafat hingga lulus pada tahun 1969.
Pendidikan:
– Gelar Doktor dalam Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar tahun 1977.
– Gelar Master dalam Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar tahun 1971.
– Gelar Sarjana dalam Akidah dan Filsafat Universitas al-Azhar tahun 1969.
– Beliau pernah pergi ke Perancis selama enam bulan untuk mengadakan penelitian di Universitas Paris dari bulan Desember 1977 hingga 1978.
Karir dalam pendidikan:
– Profesor tahun 1988.
– Pembantu Profesor tahun 1982.
– Dosen tetap tahun 1977.
– Dosen pembantu tahun 1971.
– Guru praktek tahun 1969.
Karir:
– Syaikh al-Azhar (19 Maret 2010 – … )
– Rektor Universitas al-Azhar (28 September 2003 – 19 Maret 2010)
– Mufti Negara (10 Maret 2002 – 27 September 2003)
– Pernah menjadi dekan Fakultas Ushuluddin di Universitas Islam Internasional di Pakistan.
– Pernah menjadi wakil dekan Fakultas Dirasat al-Islamiyah wa al-`Arabiyah di kampus al-Azhar putra di Aswan.
– Pernah menjadi wakil dekan Fakultas Dirasat al-Islamiyah wa al-`Arabiyah di kampus al-Azhar putra di Qina.
Karir di luar negeri:
– Pengajar di Universitas Imam Muhammad bin Sa`ud di Riyadh.
– Pengajar di Universitas Qatar.
– Pengajar di Universitas Emirat.
– Pengajar di Universitas Islam Internasional di Islamabad, Pakistan.
Karya:
– Al-Janib al-Naqdi fi Falsafah Abi al-Barakat al-Baghdadi.
– Mabahits al-Wujud wa al-Mahiyah min Kitab al-Mawaqif, 1982.
– Mafhum al-Harakah bayna al-Falsafah al-Islamiyah wa al-Markisiyah, 1982.
– Madkhal li Dirasah al-Manthiq al-Qadim, 1987.
– Mabahits al-`Illah wa al-Ma`lul min Kitab al-Mawaqif, 1982.
– Penelitian dalam bidang Filsafat Islam bersama para peneliti lain di Universitas Qatar pada tahun 1993.
– Komentar terhadab bab ketuhanan dari buku Tahdzib al-Kalam milik Imam Taftazani, 1997.


Jangn lupa tinggalkan jejakmu!
Web Hosting
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Website