Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H), sosok pakar linguistik yang dikenal dengan kejeniusannya yang amat tinggi. Bahkan sebuah pendapat mengatakan, tiada orang yang melebihi kecerdasan Khalil bin Ahmad setelah generasi sahabat Rasulullah SAW. Dia dikenal sebagai founding father Ilmu ´Arudh, sebuah ilmu yang dibangun dengan gagasan ciamik untuk menimbang ketepatan atau ketidak-tepatan wazan bait syair-syair Arab. Penemuan berharganya itu didapatkan setelah meneliti semua syair-syair Arab yang ada, sehingga berhasil mengidentifikasi bahr–bahr yang digunakan. Dia juga orang pertama yang menulis kamus Arab dengan judul Mu’jam al-‘Ain.
Maka tak heran jika ulama besar Bashrah ini didatangi oleh para pelajar dari berbagai penjuru dunia yang ingin menimba ilmu darinya. Dari sekian banyak muridnya, yang terbaik dari mereka yang benar-benar mewarisi semua ilmu sang guru adalah Sibawaih (w. 180 H).
Pandangan-pandangan Nahwiyah hasil ijtihad Khalil dan tambahan darinya, dituangkan oleh Sibawaih dalam sebuah maha karya luar biasa yang diberi judul Al-Kitab. Kitab monumental yang dinilai oleh banyak kalangan sebagai keajaiban dan mu’jizat. Al-Kitab inilah yang menjadi pedoman utama bagi para ulama Bahasa setelahnya dalam penyusunan kitab bidang ilmu gramatikal Arab. Bahkan dikatakan pula, bahwa Kitab ini telah membahas dengan detail semua permasalahan bahasa dari titik bengeknya sehingga tidak memberikan celah bagi generasi setelahnya untuk memberikan tambahan baru. Selain hanya mensyarah, meringkas dan menyederhanakan.
إن التراث اللغوي للعربية ليس إلا هوامش على كتابه
Namun, dalam konteks zaman modern dengan bahasa yang sudah tergerus jauh dari orisinalitasnya, Al-Kitab ini amat sulit dipahami. Kandungannya bagaikan puzzle yang membutuhkan pemecahan. Ia dilihat bagaikan menara gading yang sulit untuk dicapai.
Tetapi jangan kuatir! Ini bukan berarti mustahil anda bisa memecahkan teka-teki Al-Kitab ini. Ilmu nahwu apabila diibaratkan sirkuit, memiliki garis start dan memiliki garis finish. Anda akan mencapai garis finish apabila membuat start yang tepat dengan kitab ini.
Kita sudah tau bahwa garis finish pembelajaran Ilmu Nahwu ini adalah Al-Kitab milik Sibawaih. Lalu dari manakah Garis Startnya?
Ada banyak kitab yang disusun untuk mubtadiin yang ingin menapakkan langkah pertama meniti jalan Ilmu Nahwu. Ada yang memulai dengan Ājurrūmiyyah, ada yang memulai dengan Mulhat al-I’rāb,ada ´Awāmil al-Jurjāni, ada ´Awāmil al-Birkiwi, ada Hidayat al-Nahw dan di masa kontemporer ada al-Nahw al-Wādhih.
Dari sekian banyak kitab yang diperuntukkan untuk level mubtadi itu, tidak ada yang melebihi kehebatan Ājurrūmiyyah. Siapa yang memulai dengannya maka akan sampai pada tujuan dengan aman.
Berikut tahapan-tahapan yang baik untuk belajar Nahwu menurut versi Syekh Fauzi Konate yang disampaikan dalam Acara Grand Opening Daurah Intensif Ilmu Alat PPMi Mesir:
1. Matan Al-Ājurrūmiyyah.
Kendatipun matan yang berukurab mungil, tetapi untuk menguasai Al-Ājurrūmiyyah tidaklah segampang yang dikira melalui pembacaan dangkal (Qira’ah Sādzijah), ada jalur tersendiri yang sudah digariskan, sebagai berikut:
a. Membaca matannya dan menghafalkannya.
Aturannya, sebelum membaca syarah sebuah kitab sebaiknya mempelajari matannya dulu tersendiri.
b. Setelah itu mulai mempelajari syarh-nya yang termudah, yaitu al-Tuhfah al-Saniyyah.
c. Setelah selesai, dilanjutkan dengan mempelajari Syarh al-Makudi.
Dalami setiap kata-perkata, bukan sekedar membaca secara lewat.
d. Selanjutnya dengan Syarh oleh Syekh Khalid Al-Azhari.
e. Terakhir dengan Syarh al-Kafrawi ala al-Muqaddimah al-Ajurrumiyah.
Dalam syarh ini, selain menjelaskan maksud Imam Ibnu Ajurrum, Al-Kafrawi mengi’rabkan setiap kalimat dari awal kitab hingga akhir. Kemudian setiap mendatangkan contoh, dia mengi’rab contoh tersebut. Kemudian I’rabnya pun dia i’rabkan lagi.
Maka setelah menyelesaikan al-Kafrawi dan menguasainya, seorang bisa dikatakan ´Allāmah dalam Ajurrumiyah. Sehingga apabila suatu saat ia mengajarkan kitab Ajurrumiyyah, walaupun itu di hadapan para ulama nahwu, ia dapat menjelaskan dengan percaya diri, tidak takut dan tidak gagap. “Bahkan kau mampu menjelaskan ajurrumiyah di belahan bumi manapun, hatta di Masjid Al-Azhar.” Ujar Syekh Fauzi. Akan tetapi nasehat penting saya: “Jangan keluar dari matan Ajurrumiyah sebelum selesai membaca syarah-syarah ini.”
2. Manzhumah Mulhatul I’rāb
Setelah selesai dari Ajurrumiyah dan syarah-syarahnya di atas, lanjutkan dengan Mulhah al-I’rāb. Sebuah manzhumah sangat indah yang disusun oleh Al-‘Allamah Al-Hariri dalam satu malam. Baca pula dengan tiga syarahnya yang termasyhur. Jangan berpindah dari Mulhah al-I’rāb ke kitab yang lain kecuali setelah menghabisi ketiga syarah ini, yaitu: Syarh oleh al-Hariri sendiri, Syarh oleh al-Hadhrami dan Syarh al-Fakihi.
3. Qathr al-Nadā
Setelah selesai, lanjutkan kepada Qathr al-Nada.
a. Mulailah dengan matan Qathr al-Nadasendiri dan hafal hingga luar kepala.
b. Kemudian dilanjutkan dengan Syarh Ibnu Hisyam sendiri.
c. Kemudian Hasyiah al-Suja’I ala Qathr al-Nada.
d. Kemudian Syarh al-Fakihi ala Matn Qathr al-Nada.
e. Kemudian Hasyiah Syekh Yasin ‘Ala Syarh al-Fakihi.
4. Syudzur al-Zahab
Syudzur al-Dzahab. Syarhnya milik Ibnu Hisyam. Hasyiah al-Amir ‘ala Syudzur al-Dzahab
.
5. Alfiyyah Ibnu Malik
Setelah melewati fase ini, pelajar sudah keluar dari level mubtadi kepada level mutawassith. Barulah setelah itu, ia sudah memiliki kematangan untuk mulai mengkaji Alfiyah Ibnu Malik. Dibarengi dengan empat syarh terbaiknya:
a. &nbs
p; Syarh Ibnu ‘Aqil
b. Syarh Awdhahul Masalik
c. Syarh Al-‘Asymuni
d. Syarh oleh Al-Syatibi
Level Alfiyyah ini masihlah pada mutawassith dalam peta keilmuan Nahwu, agar jangan mengira dengan menguasai Alfiyyah dia telah mencapai puncak tertinggi. Tetapi dengan demikian dia sudah terbangun keilmuannya untuk bisa mandiri melanjutkan perjalanan hingga pada masanya akan sampai pada garis finish yaitu Alkitab-nya Sibawaih.
(Zeyn Ruslan).
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!
Dilihat: 49
Syukran, perkongsian yang sangat bermanfaat, barakallahufik.