ppmimesir.or.id – Kairo, “Kalau ada yang melihat sebelah mata lulusan Timtengka karena menganggap kalian hanya belajar agama saja, berarti maennya kurang jauh. Saya ini enam tahun pernah belajar di pesantren,” ujar Choirul Anam S.E.,M.E., C.A., Ak. membuka sesi ketiga dari hari kedua rentetan Simposium Kawasan Timur Tengah dan Afrika 2024, Ahad (04/08) di Capital Palace Grand Ballroom, Cairo.
Pada sesi yang mengusung tema “Peran Alumni Timur Tengah dan Afrika dalam Pembangunan Politik Indonesia”, sosok Koordinator PPI Dunia 2020/2021 yang menjadi pembicara pertama ini mengajak para peserta untuk berpikir seputar permasalahan yang akan dihadapi serta mencari jawaban yang sesuai guna menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Pertanyaannya, apakah Indonesia akan menjadi bagian dari pemain pasar atau hanya jadi konsumen? Pertanyaannya, bagaimana cara kita bisa menjadi produsen dan bukan hanya sekedar konsumen?” ucap pria lulusan Charles University Ceko tersebut saat menyinggung ranking ekonomi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara dunia lainnya.
Menurutnya, perspektif yang tepat adalah dengan mempelajari berbagai aspek tidak hanya belajar agama saja, tetapi juga aspek yang lain agar bisa bertahan menghadapi modernitas dan globalisasi dunia, seperti aspek teknologi, teknik, industri dan informasi.
Karenanya, Ia pun memotivasi agar PPI dari setiap negara di Timur Tengah dan Afrika untuk memperbanyak pelatihan teknologi secara berkala selama sebulan sekali dan merekomendasikan salah satu ahli dalam bidang coding dan security.
Hal ini disambut lebih lanjut oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Kairo, H. Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P. yang menjadi pembicara kedua. “Kecerdasan kita harus melampaui mesin. Kepintaran dan kehebatan kita harus melampaui mesin. AI itu sendiri kan yang buat manusia.”
Beliau pun menekankan terkait tiga hal yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa Timur Tengah dan Afrika.
Pertama, knowledge and engage with the skills. Bahwa pengetahuan dan wawasan tidak akan cukup untuk memajukan bangsa tetapi juga soft skill.
Kedua responsible. Bertanggung jawab atas ilmu yang sudah dipelajari dan didapat dari luar negeri untuk kembali dibawa ke Indonesia. Sehingga, tidak hanya paham saja, tapi juga harus bisa memahamkan kepada yang lain, salah satu implementasinya ialah dengan menulis.
Ketiga, transformasi digital. Menurutnya, untuk bisa bertahan dan terus maju di tengah era modern adalah dengan melakukan digitalisasi. Ia menyebutkan bahwa salah satu kelebihan mahasiswa Timtengka adalah kedekatan dengan teks-buku dan manuscript klasik. Namun, memberikan pemahaman hari ini tidak cukup hanya dengan bahasa lisan tapi harus dengan bahasa digital.
Beliau menutup sesi siang ini dengan sebuah pesan, “Kita itu berilmu untuk membangun negeri, bukan untuk memperkaya diri sendiri. Seharusnya itulah mental pejabat yang dibutuhkan oleh negara kita.”
Reporter: Wanda Muflihah