Scroll untuk baca artikel
Banner 325x300
Web Hosting
Web Hosting
Example 728x250

Butir Audiensi PPMI Mesir dan OIAA Indonesia Berkenaan Camaba 2019

61
×

Butir Audiensi PPMI Mesir dan OIAA Indonesia Berkenaan Camaba 2019

Share this article
Example 468x60
Pertemuan Perdana di Astakoza
Berkenaan dengan calon mahasiswa baru 2019, terhitung tiga kali sudah diadakan pertemuan antara PPMI Mesir dengan OIAA Indonesia. Pertama pada Jumat (1/2) di Astakoza Rab’ah Al Adawea, dihadiri oleh Atdikbud KBRI Cairo, Perwakilan Kementerian Agama dan Perwakilan OIAA Indonesia. Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa hal mengenai Temus, Beasiswa Kementerian Agama 2019 dan pengadaan Markaz Lughah di Indonesia. 
Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari pertemuan pertama, PPMI Mesir menginisiasi pertemuan kedua antara pihak OIAA dengan ketua-ketua kekeluargaan pada Senin (4/2). Hadir pada pertemuan tersebut Ibu Novi dan Pak Cecep sebagai perwakilan Atdikbud, Pak Arifin, Pak Romli dan Pak Muhlason sebagai perwakilan OIAA Indonesia, Presiden, Wakil Presiden dan Sekretaris Jenderal PPMI Mesir beserta para ketua kekeluargaan sebagai perwakilan Masisir. 
Di antara poin yang disampaikan pada pertemuan tersebut adalah: 
1. Pendirian Markaz Lughah di Indonesia tepatnya di Jakarta. Kemungkinan besar di Jakarta Selatan. Tenaga pengajar terdiri dari native speaker dari Markaz Pusat dan dari kalangan alumni serta Masisir. 
2. Rekrutmen tenaga pengajar institusi tersebut dari kalangan Masisir. Kriteria calon tenaga pengajar yang dicari; sudah menyelesaikan license, diutamakan alumni Fakultas Bahasa Arab dan bermanhajkan manhaj Al Azhar. Para calon yang sudah melemparkan berkas akan diwawancara oleh OIAA pada 9 Februari 2019 di Aula Konsuler KBRI dan selanjutnya akan diwawancara oleh pihak Markaz sendiri. Tenaga pengajar akan dilatih oleh Markaz dan dikontrak minimal 2 tahun. 
3. Penekanan oleh PPMI Mesir pembatasan jumlah camaba yang diluluskan di seleksi Kemenag. Jumlah mahasiswa yang membludak dapat menimbulkan masalah bagi para mahasiswa sendiri khususnya di bidang keamanan dan visa. Selain itu juga berpengaruh berat pada produktivitas dan kondisi moral Masisir. Jumlah kelulusan yang ideal menurut PPMI adalah 600 – 700 orang. 
4. OIAA Indonesia akan membuat MoU dengan Kementerian Agama berkenaan seleksi calon mahasiswa baru Timur Tengah. Isi MoU itu diusahakan meliputi mekanisme seleksi dan jumlah kelulusan. 
5. Perkiraan jadwal camaba 2019: a. Seleksi Kemenag bulan Mei, b. Yang lulus seleksi Kemenag akan dites tahdid mustawa oleh Markaz di Jakarta bulan Juni/Juli, c. Mulai masuk Markaz Lughah Jakarta bulan Juli/Agustus, d. Yang selesai daurah di Jakarta berangkat ke Mesir bulan September/Oktober dan langsung kuliah. 
6. Markaz Lughah di Jakarta memakai sistem asrama. Akan diusahakan agar rentang waktu sebulan setengah per mustawa dapat di-press menjadi satu bulan, dengan menambah jam daurah per hari. 
7. Kala ditanyakan mengenai biaya yang harus dibayar oleh masing-masing maba untuk program tersebut, pihak OIAA mengungkapkan bahwasanya pihak OIAA sendiri sedang mengkalkulasikan angka pastinya. “Kita bandingkan antara biaya daurah berikut living cost di Mesir selama setahun dengan pelaksanaannya di Indonesia. Mungkin akan lebih mahal, tapi harapannya tidak akan terlalu jauh berbeda.” Melihat jawaban yang demikian diplomatis, PPMI Mesir dan para ketua kekeluargaan tentu saja berbaik sangka seraya menyambut baik ide tersebut, dengan harapan program ini akan menjadi solusi untuk permasalahan yang selama ini menghantui.

Pertemuan Kedua di Aula Konsuler KBRI

Dalam kesempatan tersebut, turut hadir juga perwakilan OIAA Pusat bidang Markaz Lughah Pak Ahmad Atouny, meskipun hanya sebentar. Habis beliau diberondong pertanyaan oleh para ketua kekeluargaan mengenai hasil tahdid mustawa yang tidak masuk akal. Namun semua ditepis dengan jawaban yang rasional – menurut beliau. 

Sehari setelah pertemuan tersebut terbitlah satu berita acara yang dimuat di web Wasathiyyah, menuturkan bahwa Presiden dan Sekjend PPMI menyambut baik rencana pendirian Markaz Lughah di Jakarta. Menariknya, pada berita yang dimuat web resmi OIAA Indonesia ini disebutkan total biaya yang dikeluarkan calon mahasiswa untuk 4 level (Mutawassith-Mutaqaddim Tsani) selama 6 bulan diperkirakan berjumlah 23 juta rupiah. Pernyataan ini dinisbahkan kepada Pak Muhammad Arifin. Padahal dalam pertemuan berkenaan, sedikit pun tidak disebutkan angka dari biaya yang akan dikeluarkan. 
Hal ini tentu saja mengundang kontroversi di kalangan mahasiswa Indonesia di Mesir, khususnya para senior. Bagaimana tidak, akan sangat disayangkan andaikata para calon mahasiswa yang berkualitas nantinya harus berhenti bercita-cita dikarenakan kurang mampu membayar biaya yang tidak sedikit itu. Belum lagi kalau kita hitung tiket dan pemberkasan sekitar 13 juta, plus asrama di Mesir andaikata diwajibkan sekitar 8 juta; maka kisaran biaya yang harus ditanggung seorang camaba mencecah angka 44 juta rupiah. 
Menindaklanjuti berita dan angka yang tidak wajar ini, PPMI kembali beraudiensi dengan pihak OIAA di Rumah Limas pada Sabtu (9/2) pukul 11 pagi. Kedatangan Presiden dan Sekjend disambut baik oleh Pak Muhammad Arifin dan Pak Romli Syarqowi. 
Di antara butir yang dicapai dan disampaikan dalam pertemuan ketiga tersebut: 
1. Biaya yang akan ditanggung calon mahasiswa baru itu mencakup:
a. Gaji guru, baik asal Mesir maupun Indonesia 
b. Royalti tution fee ke Markaz Lughah Pusat (ha
qqul intifa’
c. Sewa gedung di Jakarta 
d. Makan tiga kali sehari 
e. Ujian tahdid mustawa 
f. Buku ajar dan prasarana 
2. Pihak OIAA menemui banyak kesulitan di pihak Markaz Lughah Pusat sendiri. Markaz sendiri sebelumnya meminta agar semua tenaga pengajar di Markaz tersebut semuanya dari pusat (Mesir), dan gaji per orang 3.000 USD. Setelah dinego, jumlah tenaga pengajar yang akan dikirim mentok di angka delapan orang. 
3. Angka yang tersebut sendiri belum final, dan pihak OIAA sedang mencari bagian pengeluaran yang bisa ditekan. PPMI menekankan kepada pihak OIAA bahwa batas wajar biaya yang akan dibayar camaba adalah di bawah dua juta rupiah per bulan. Kalau memang maba tersebut mulai dari Mutawassith Awal, maka lima mustawa yang di-press dalam lima bulan hanya boleh mengeluarkan 10 juta rupiah. 
4. PPMI mengangkat permasalahan nepotisme atau kelulusan jalur belakang yang sering terjadi di seleksi Kemenag. Pernah kita temukan mahasiswa yang dinyatakan lulus tes namun tidak mampu berbahasa Arab sama sekali. Sungguh aneh, mengingat beliau ini adalah salah satu dari seribu delapan ratus sembilan puluh satu putra terbaik Indonesia yang berhasil menggeser posisi lima ribu putra terbaik Indonesia lainnya dari list kelulusan tes Bahasa Arab. 
5. Demikian juga PPMI kembali mengangkat kejanggalan yang terjadi pada seleksi daerah Riau tahun lalu sebagai sampel. Hanya tiga orang yang lulus, padahal mahasiswa Riau terkenal dengan prestasinya. Kita tidak tahu secara pasti pihak mana yang bertanggung jawab, namun kasus ini benar-benar ada. Maka hendaknya menjadi perhatian untuk segera ditanggulangi. Cukup sudah anak autis. Mesir membutuhkan calon mahasiswa yang tekun, berakhlak dan berkualitas. Bukan anak raja yang tahunya cuma selfie-selfie dan foya-foya. 
6. Berkenaan dengan asrama, PPMI mempertanyakan urgensi mewajibkan mahasiswa baru untuk tinggal di asrama. Pertanyaan ini dilontarkan berhubung adanya isu bahwa angka mahasiswa baru tidak mungkin ditekan di bawah 1.200 orang; kalau di bawah 1.200 maka asrama ini kehilangan penghuninya. Kalau memang pengelolaan asrama terlalu susah sampai harus menggadaikan kenyamanan para mahasiswa, tak ada salahnya mengembalikan hak pengelolaan asrama tersebut kepada Al Azhar. Dan kalau memang jumlah kuota camaba tak ada hubungannya dengan asrama, PPMI sendiri sangat mengapresiasi sistem tahun ini yang membenarkan para camaba untuk memilih antara tinggal di asrama atau tidak. 
7. Sebagai alternatif lain, PPMI mengusulkan kepada OIAA cukup tahdid mustawa yang diadakan di Indonesia. Setelah diseleksi tahap awal di Kemenag, dilanjutkan dengan tahdid mustawa di Indonesia. Pengujinya dari Markaz Lughah Pusat. Nantinya yang dibenarkan untuk berangkat ke Mesir hanya peraih mustawa Mutaqaddim ke atas. Selain dapat meminimalisir jumlah mahasiswa baru, cara ini juga dapat mengurangi kemungkinan curang, mengingat pelaksanaan tahdid mustawa akan diampu oleh OIAA sendiri. Selain itu standar kelulusan akan lebih masuk akal dibanding tes di Mesir, karena yang akan masuk Markaz hanyalah peraih mustawa tinggi. Jadinya tak ada standar ambigu di mana camaba dimasukkan dalam mustawa yang lebih rendah dari kemampuannya sehingga harus masuk daurah dengan mustawa lebih banyak (dan tentunya bayar lebih banyak). 
Semua masukan yang disampaikan merupakan aspirasi dan kepedulian kami selaku Masisir. Ala kulli hal, pendirian Markaz Lughah di Indonesia merupakan sebuah terobosan. Patut kita dukung, asalkan tidak mencekik para calon mahasiswa. Sebelum undur diri kembali kita tekankan mengenai jumlah camaba dan batas biaya. Kalau memang pengadaan Markaz terlalu gila biaya, kami sangat senang kalau konsep kami dicoba. 
“Kasian pak. Jika nantinya batas wajar ini terlampaui, kalau kami mungkin akan tetap ke antum pakai jalur komunikasi. Namun kami ga janji, orang-orang selain kami akan pakai jalur yang sama.” 
Wisma Nusantara, 12/02/2019
Muhammad Najid Akhtiar, Lc.
Sekretaris Jenderal PPMI Mesir
Jangn lupa tinggalkan jejakmu!
Web Hosting
Example 120x600

Responses (6)

  1. Ana sebagai anak Riau berharap tidak terjadi pada provinsi kami lagi dan begitu juga selanjutnya , ana juga berharap nantinya tidak terjadi lagi yang namanya nepotisme, tegakkan keadilan

  2. Secara umum langkah dan tanggapan PPMI cukup bagus. Saya cuma krg setuju satu hal. Benar bahwa kita inginkan masisir bukan hanya kumpulan anak² yg tau selfi dan foya². Seleksi yang ketat pastinya berpengaruh dalam menyaring mereka² yang benar² ingin kuliah ke mesir. Tapi terkait pembatasan jumlah yang disampaikan oleh PPMI dengan mematok 600-700 maba saja pertahun , saya rasa kurang pas. Terkesan menghalangi dan membatasi generasi indonesia untuk ke Mesir. Kita tau Al-Azhar sendiri tidak membatatasi jumlah mahasiswa yg ingin masuk ke dalamnya. Lalu kenapa kita yang coba² mengambil kputusan pembatasan? Baiknya hal ini tidak terjadi. Maaf ini sekedar pendapat dari seorang murid yang cinta Indonesia dan Al-Azhar.

  3. Afwan stad,saya mau tabayun. Maksud dari "anak autis" dan "suka foya foya dan selfie" itu ditujukan untuk siapa ya ? Soalnya kesian banyak maba yg merasa sindiran itu buat dirinya. Thx

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Website